Jumat, 17 September 2010

SELAPUT DARA

Bagi seorang laki-laki.merupakan sebuah kebanggaan apabila bisa mendapatkan perempuan yang masih perawan. Keperawan itu-oleh para laki-laki-di tandai dengan adanya percikan darah pada malam pertama. Apabila ada maka ia bangga, tapi kalau tidak ada ia akan sangat kecewa. Benarkah keperawanan seorang perempuan dapat dinilai dari robek atau tidaknya selaput dara ? Suka atau tidak, itulah yang terjadi pada masyarakat kita, secara kultural seorang perempuan menanggung beban psikologis yang berat karena mitos selaput dara. Banyak perempuan yang kehidupan perkawinannya hancur hanya karena tidak ada darah diranjang pengantinnya. Bahkan pada suku bangsa tertentu, ada prosesi ritual yang dilakukan untuk membuktikan apakah seorang perempuan masih perawan atau tidak, yaitu pengantin laki-laki akan melemparkan celana dalam yang bernodakan darah kepada keluarga yang menanti diluar kamar selama malam pertama. Bila ada noda darah maka mereka bersorak sorai karena bangga bahwa anak/menantu perempuannya masih perawan. Karena itulah, perempuan harus lebih tahu tentang selaput dara daripada laki-laki. Pada rubrik kesehatan kali ini, Anggun akan membahas tentang fakta seputar selaput dara dengan menghadirkan DR.dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG sebagai nara sumber. Apa itu selaput dara ? Selaput dara atau hymen adalah jaringan yang ada di bagian luar dari vagina. Bentuknya berupa jaringan lunak yang ada di tepi dari bagian luar vagina. Dengan kata lain, bentuknya seperti renda yang melingkari lubang bagian luar vagina. Bentuknya bisa berbeda-beda ada yang bulat, bulan sabit, dan yang memiliki pemisah (septum). Begitu juga dengan elastisitasnya, berbeda pada setiap perempuan. Perbedaan bentuk dan elastisitas itu tidak dapat dijelaskan secara medis, semua itu adalah kekuasaan Allah. Fungsi dari selaput dara sampai saat ini belum dapat diketahui secara pasti. Perlu diketahui juga, tidak semua perempuan memiliki selaput dara. Bahkan ada perempuan yang lahir tanpa vagina, kelainan itu disebut aplasia/displasia dari genitalia interna (alat reproduksi bagian dalam). Apa yang bisa membuat selaput dara robek ? Selaput dara bisa robek kalau ada sesuatu benda yang masuk tegak lurus ke dalam vagina yang berukuran lebih besar dari diameter selaput dara yang telah mengembang sesuai dengan elastisitas maksimalnya. Benda itu bisa apa saja, bisa penis--yang masuk pada saat melakukan hubungan seks--, bisa juga benda lain yang dimasukan secara sengaja atau tidak sengaja seperti jari, kayu, atau sex toys. Selaput dara sangat mungkin robek tanpa melalui hubungan seks, selaput dara bisa terkoyak pada saat masturbasi atau oral seks. Selaput dara juga bisa robek kalau ada pemeriksaan yang dilakukan pada vagina. Oleh karena itu, pemeriksaan dengan memasukan alat ke dalam vagina tidak diperbolehkan bagi perempuan yang belum pernah melakukan hubungan seks. Proses persalinan normal pun bisa membuat selaput dara robek bahkan hilang. Menurut dokter yang akrab disapa dr. Ovy ini, aktivitas olah raga seperti senam atau olah raga bela diri yang banyak disebut-sebut penyebab robeknya selaput dara, tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Karena, selaput dara letaknya cukup aman dilindungi bibir kelamin. jadi kalau bibir kelamin tidak terbuka dan tidak ada benda yang masuk ke dalam vagina, selaput dara hampir tidak mungkin robek. Bentuknya yang melingkari lubang vagina, membuat selaput dara bisa robek lebih dari satu kalidibeberapa tempat dan waktu yang berbeda. Misalnya robek di sisi pada jam 12, dan robek pada sisi lain pada jam yang berbeda. Elastisitas selaput dara yang berbeda pada setiap perempuan adalah bawaan, tidak bisa dilatih atau 'diakali' agar tidak robek atau cepat robek. Bagaimana caranya untuk mengetahui selaput dara sudah robek atau belum ? Bila anda sudah pernah berhubungan seks, tentu tidak sulit untuk menjawabnya. Tapi bagaimana kalau belum pernah ? Robeknya selaput dara bisa ditandai dengan keluarnya darah atau bisa juga dilakukan pemeriksaan oleh dokter. Apakah harus ada darah ? Tidak semua selaput dara yang robek mengeluarkan darah, ada juga yang tidak. Bila robekan tersebut tidak mengenai pembuluh darah, maka tidak ada darah yang keluar. Tingkat kekenyalan yang berbeda pada setiap perempuan menyebabkan tidak semua perempuan mengeluarkan darah pada saat pertama kali melakukan hubungan seks. Selain itu ada kemungkinan lain, selaput dara sudah robek tapi darah yang dikeluarkan tidak banyak jadi tidak terlihat oleh mata. Ada juga yang berpendapat bahwa keluar atau tidaknya darah pada saat melakukan hubungan seksual karena pengaruh psikis si perempuan. Darah tidak akan keluar apabila perempuan merasa terangsang, sudah siap melakukan hubungan seksual tanpa ada hambatan psikis apapun, atau tidak terpaksa. Oleh karena itulah setiap perempuan yang pertama kali melakukan hubungan seksual melalui pemerkosaan hampir pasti mengalami pendarahan. Bagaimana caranya membedakan antara darah yang keluar dari vagina karena robeknya selaput dara, haid, dan infeksi pada saluran reproduksi ? Dr. Ovy mengatakan, bahwa semua itu sulit untuk dibedakan oleh masyarakat awam kecuali dengan pemeriksaan dokter. Bisakah Terkena Penyakit ? Seperti bagian tubuh manusia yang lain, selaput dara bisa terserang penyakit infeksi seperti yang terjadi pada daerah vagina. Apakah Bisa Dibuah Utuh Kembali ? Seiring dengan makin canggihnya ilmu kedokteran yang ada di indonesia, banyak oknum yang menyatakan bisa mengembalikan selaput dara yang robek agar utuh kembali dengan jalan operasi. Iming-iming dapat menjadikan seorang perempuan bak 'perawan suci' dilancarkan sebagai promosi. Dan ternyata langkah ini banyak ditempuh oleh perempuan-perempuan yang ingin dianggap masih 'suci' bila ia menikah kelak. Benarkah operasi selaput dara bisa.mengembalikan selaput dara seperti sedia kala? "Tidak bisa" ujar dokter yang sekarang menjadi staf pengajar Departemen Obstretri Ginekologi FKUI/RSCM ini. Menurut dr. Ovy, operasi selaput dara hanya bisa menyambung bagian yang robek dan tentu saja tidak sama dengan sebelumnya. Apalagi kalau selaput dara itu hilang pasca proses persalinan normal, tidak mungkin selaput dara di transplantasi untuk membuatnya utuh kembali. Operasi itu dikatakan bisa membuat darah keluar lagi pada saat berhubungan seks, padahal belum pasti. Kalau yang belum pernah melakukan hubungan seks saja belum tentu keluar apalagi yang sudah pernah. Bisakah Laki-laki Merasakannya ?

Minggu, 12 September 2010

CIKAL BAKAL KELAHIRAN ILMU NAHWU

1

Kholisin
Abstracts: In its historical perspective, ilmu nahwu or Arabic grammar
has sparked great interest among Arab (traditional) linguists. This
is particularly shown by the following facts: the proliferation of numerous
grammatical schools in every generation, the fame of many
scholars in each grammatical school, and the abundance of monumental
works written by the scholars in each generation. The city of Bashrah
used to be the place where Arabic grammar was born; it was in
this city that Arabic grammar first came into being and grew up into
its mature development. Abu al-Aswad ad-Du ali was believed to be
the founding father of Arabic grammar, working under the supervision
of Ali bin Abi Thalib. His initial efforts were then taken up and made
into great progress by earlier scholars who set up the first hallmark of
Arabic grammar, such as Ibnu Abi Ishaq, Isa bin Umar, Abu Amr bin
al- Ala , Yunus bin Hubaib.
Key words: ilmu nahwu (Arabic grammar), Bashrah, nahwu of the
earliest period.
Ilmu Nahwu (gramatika bahasa Arab) sejak awal perkembangannya sampai
sekarang senantiasa menjadi bahan kajian yang dinamis di kalangan
para pakar linguistik bahasa Arab. Sebagai salah satu cabang linguistik
(ilmu lughah), Ilmu Nahwu dapat dipelajari untuk dua keperluan. Pertama,
Ilmu Nahwu dipelajari sebagai prasyarat atau sarana untuk mendalami
bidang ilmu lain yang referensi utamanya ditulis dengan bahasa Arab,
misalnya Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, dan Ilmu Fiqih. Kedua, Ilmu Nahwu
dipelajari sebagai tujuan utama (sebagai spesialisasi Linguis-
Kholisin adalah dosen Jurusan Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang.
2 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003
tik bahasa Arab). Dua bentuk pembelajaran (learning) Ilmu Nahwu itu
telah menjadi tradisi yang berkembang secara berkesinambungan di
kalangan masyarakat Arab (Islam) dahulu sampai sekarang. Hampir
semua pakar agama Islam sejak akhir abad kesatu Hijriah sampai sekarang
mempunyai penguasaan yang baik terhadap Ilmu Nahwu. Bahkan tidak
jarang dari mereka yang menjadi pakar dalam bidang nahwu di samping
kepakaran mereka dalam bidang agama. Sebagai contoh, Imam Ibnu
Katsir, An-Nawawi, Jalaluddin As-Suyuthi, Ibnu Hisyam, dan Az-
Zamakhsyari adalah tokoh-tokoh handal dalam bidang ilmu agama, dan
pada saat yang sama kepakaran mereka dalam bidang Ilmu Nahwu juga
diakui di kalangan ulama. Di Indonesia, tokoh-tokoh agama semisal
Syekh Nawawi Banten, Buya Hamka, Prof. Mahmud Yunus, dan K.H.
Bisri Musthafa juga mempunyai penguasaan nahwu yang mendalam,
bahkan rata-rata mereka telah menulis atau menerjemahkan lebih dari
satu judul buku tentang nahwu. Sementara itu, tokoh-tokoh nahwu seperti
Imam Sibawaih, Al-Farra', Ibnu Jinny, dan Ibnu Yaisy, lebih dikenal
sebagai pakar dalam bidang Ilmu Nahwu.
Al-Fadlali (1986) dalam bukunya Mara:kizud-Dira:sat an-
Nahwiyyah membagi perkembangan Ilmu Nahwu secara kronologis
berdasarkan kurun waktu dan peta penyebarannya. Di bagian akhir
bukunya dia membuat skema perkembangan Ilmu Nahwu sebagai berikut.
Tabel 1. Peta Perkembangan Ilmu Nahwu
Pusat Perkembangan Abad Hijriah ke
Bashrah, Mekah, Medinah
Kufah, Baghdad, Mushal, Irbal, Andalus 1
Marocco, Persi 2
Mesir 3
Damaskus, Haleb 4
Nejed, Yaman 5
Hulah, Eropa 6
India 7
Romawi 8
Rusia, Amerika, Afrika non-Arab 14
Dari peta di atas tampak bahwa Al-Fadlali tidak memasukkan
negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia dalam peta
Kholisin, Cikal Bakal Kelahiran Ilmu Nahwu 3
perkembangan nahwu. Padahal bagaimanapun juga di negara-negara itu
perkembangan nahwu cukup pesat. Di samping itu, ia juga tidak
mengemukakan alasan mengapa ia langsung melompat dari abad ke 8
menuju abad ke14 dengan mengabaikan lima abad yang ada di antaranya.
Namun, terlepas dari kekurangannya, bagan tersebut cukup berarti dalam
memberikan gambaran secara global tentang peta perkembangan Ilmu
Nahwu.
Sementara itu, Dlaif (1968) membagi perkembangan Ilmu Nahwu
berdasarkan aliran-aliran (madzhab) dengan menyebutkan sejumlah tokoh
yang dominan pada setiap aliran. Ia menyebutkan secara kronologis lima
aliran nahwu sebagai berikut. (1) aliran Bashrah, (2) aliran Kufah, (3)
aliran Baghdad, (4) aliran Andalusia, dan (5) aliran Mesir. Dua aliran
pertama, Bashrah dan Kufah, disebutnya sebagai aliran utama, karena
keduanya mempunyai otoritas dan independensi yang tinggi, kedua aliran
tersebut juga mempunyai pendukung yang banyak dan fanatik, sehingga
mampu mewarnai aliran-aliran berikutnya. Adapun tiga aliran yang lain
disebutnya sebagai aliran turunan yang berinduk pada salah satu aliran
utama atau merupakan hasil paduan antara keduanya.
Di Indonesia, sejalan dengan perkembangan agama Islam, Ilmu
Nahwu juga banyak dipelajari. Akan tetapi, pembelajaran nahwu di
Indonesia lebih banyak sebagai alat (untuk mempelajari bahasa Arab) dan
bukan sebagai tujuan. Karena itu, referensi yang banyak dipelajari adalah
buku-buku yang bersifat praktis dan textbook oriented yang substansinya
mengacu pada peran nahwu sebagai alat bantu pembelajaran agama
(Islam), sementara buku-buku yang bersifat historis teoretis cenderung
kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika
referensi nahwu yang banyak ditemukan di pesantren-pesantren maupun
di kalangan perguruan tinggi Islam adalah buku-buku semacam Al-
Ajrumiyyah dengan berbagai syarah1-nya, Alfiyah Ibnu Malik dengan
berbagai syarahnya, dan Al-'Umrithiy. Sementara, buku-buku yang
banyak menyinggung aspek historis seperti Sirru Shina'atil I'rab karya
Ibnu Jinny, Al-Mazhar karya Jalaluddin Assuyuthi, dan Mizanudz Dzahab
1 Syarah adalah kitab perluasan dari matan. Matan adalah karya orisinil yang ditulis
oleh seorang ulama yang biasanya bersifat ringkas dan padat isi, sedangkan
syarah berfungsi memperjelas atau memperluas keterangan kata-kata, kalimat
atau wacana yang ada pada matan.
4 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003
karya Ibnu Hisyam kurang populer.
Bagi para linguis bahasa arab, atau pemerhati Ilmu Nahwu pada
khususnya, pembelajaran nahwu dari perspektif sejarah merupakan suatu
hal yang penting untuk dilakukan, karena dengan itu cakrawala mereka
tentang dinamika Ilmu Nahwu menjadi lebih luas dan pada akhirnya
dalam diri mereka akan tumbuh toleransi yang tinggi terhadap perbedaanperbedaan
yang ada. Selain itu, karya-karya monumental para pakar Ilmu
Nahwu sejak abad permulaan sampai pertengahan abad 20 M itu ada
khazanah yang terlalu mahal untuk disia-siakan.
Atas dasar kenyataan dan alasan diatas, pada kesempatan ini penulis
memaparkan secara global dinamika Ilmu Nahwu pada abad permulaan.
Paparan itu mencakupi cikal bakal Ilmu Nahwu, Bashrah sebagai kota
kelahiran Ilmu Nahwu, dan tokoh-tokoh pemrakarsa Ilmu Nahwu.
CIKAL BAKAL ILMU NAHWU
Hampir semua pakar linguistik Arab bersepakat bahwa gagasan awal
yang kemudian berkembang menjadi Ilmu Nahwu muncul dari Ali bin
Abi Thalib saat beliau menjadi khalifah. Gagasan ini muncul karena
didorong oleh beberapa faktor, antara lain faktor agama dan faktor sosial
budaya (Dlaif, 1968:11; Al-Fadlali, 1986:5). Yang dimaksud faktor agama
di sini terutama adalah usaha pemurnian Al-Qur'an dari lahn (salah baca).
Sebetulnya, fenomena lahn itu sudah muncul pada masa Nabi Muhammad
masih hidup, tetapi frekuensinya masih jarang. Dalam sebuah riwayat dikatakan
bahwa ada seorang yang berkata salah (dari segi bahasa) dihadapan
Nabi, maka beliau berkata kepada para sahabat: "Arsyidu: akha:kum
fa innahu qad dlalla" (Bimbinglah teman kalian, sesungguhnya ia telah
tersesat). Perkataan dlalla 'tersesat' pada hadits tersebut merupakan peringatan
yang cukup keras dari Nabi. Kata itu lebih keras artinya dari akhtha'a
'berbuat salah' atau zalla 'keseleo lidah'. Dalam riwayat lain dikatakan
bahwa salah seorang gubernur pada pemerintahan Umar bin Khattab
menulis surat kepadanya dan di dalamnya terdapat lahn, maka Umar
membalasnya dengan diberi kata-kata "qanni' kita:bak sawthan" 'berhatihatilah
dalam menulis' (Abul Fath, tanpa tahun). Lahn itu semakin lama
semakin sering terjadi, terutama ketika bahasa Arab telah mulai menyebar
ke negara-negara atau bangsa-bangsa lain non-Arab. Pada saat itulah mulai
terjadi akulturasi dan proses saling mempengaruhi antara bahasa Arab
Kholisin, Cikal Bakal Kelahiran Ilmu Nahwu 5
dan bahasa-bahasa lain. Para penutur bahasa Arab dari non-Arab sering
kali berbuat lahn dalam berbahasa Arab, sehingga hal itu dikhawatirkan
akan terjadi juga pada waktu mereka membaca Al-Qur'an.
Dari sisi sosial budaya, bangsa Arab dikenal mempunyai kebanggaan
dan fanatisme yang tinggi terhadap bahasa yang mereka miliki. Hal ini
mendorong mereka berusaha keras untuk memurnikan bahasa Arab dari
pengaruh asing. Kesadaran itu semakin lama semakin mengkristal, sehingga
tahap demi tahap mereka mulai memikirkan langkah-langkah
pembakuan bahasa dalam bentuk kaidah-kaidah. Selanjutnya, dengan prakarsa
Khalifah Ali dan dukungan para tokoh yang mempunyai komitmen
terhadap bahasa Arab dan Al-Qur'an, sedikit demi sedikit disusun kerangka-
kerangka teoritis yang kelak kemudian menjadi cikal bakal pertumbuhan
Ilmu Nahwu. Sebagaimana terjadi pada ilmu-ilmu lain, Ilmu
Nahwu tidak begitu saja muncul dan langsung sempurna dalam waktu
singkat, melainkan berkembang tahap demi tahap dalam kurun waktu
yang cukup panjang.
PELETAK DASAR ILMU NAHWU
Mengenai tokoh yang dapat disebut sebagai peletak batu pertama
Ilmu Nahwu, ada perbedaan dikalangan para ahli. Sebagian ahli mengatakan,
peletak dasar Ilmu Nahwu adalah Abul Aswad Ad-Du'ali. Sebagian
yang lain mengatakan, Nashr bin 'Ashim. Ada juga yang mengatakan,
Abdurrahman bin Hurmus (Dlaif, 1998:13). Namun, dari perbedaanperbedaan
itu pendapat yang paling populer dan diakui oleh mayoritas ahli
sejarah adalah Abul Aswad. Pendukung pendapat ini dari golongan ahli
sejarah terdahulu antara lain Ibnu Qutaibah (wafat 272 H), Al-Mubarrad
(wafat 285 H), As-Sairafiy (wafat 368 H), Ar-Raghib Al-Ashfahaniy (502
H), dan As-Suyuthiy (wafat 911 H), sedangkan dari golongan ahli nahwu
kontemporer antara lain Kamal Ibrahim, Musthofa As-Saqa, dan Ali an-
Najdiy Nashif (Al-Fadlali, 1986:9-17). Penokohan Abul Aswad ini didasarkan
atas jasa-jasanya yang fundamental dalam membidani lahirnya
Ilmu Nahwu.
Abul Aswad Ad-Du'ali (wafat 69 H) adalah orang pertama yang
mendapat kepercayaan dari Khalifah Ali bin Abi Thalib untuk menangani
dan mengatasi masalah lahn yang mulai mewabah di kalangan masyarakat
awam. Ali memilihnya untuk hal itu karena ia adalah salah seorang pen6
BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003
duduk Bashrah yang berotak genius, berwawasan luas, dan berkemampuan
tinggi dalam bahasa Arab (Al-Fadlali, 1986:8). Dalam sebuah riwayat
disebutkan bahwa suatu ketika, Abul Aswad melihat Ali sedang
termenung memikirkan sesuatu, maka ia mendekatinya dan bertanya:
"Wahai Amirul Mu'minin! Apa yang sedang engkau pikirkan?" Ali menjawab:
"Saya dengar di negeri ini banyak terjadi lahn, maka aku ingin
menulis sebuah buku tentang dasar-dasar bahasa Arab". Setelah beberapa
hari, Abul Aswad mendatangi Ali dengan membawa lembaran yang bertuliskan
antara lain:
"Bismillahir rahma:nir rahi:m. Al-kala:mu kulluhu ismun wafi'lun wa
harfun. Fal ismu ma: anba?a 'anil musamma:, wal fi'lu ma: anba?a
'an harakatil musamma:, wal harfu ma: anba?a 'an ma'nan laisa bi
ismin wala: fi'lin".
'dengan nama Allah yang maha pengasih dan penyayang. Ujaran itu
terdiri dari isim, fi'il dan harf. Isim adalah kata yang mengacu pada sesuatu
(nomina), fi'il adalah kata yang menunjukkan aktifitas, dan harf
adalah kata yang menunjukkan makna yang tidak termasuk kategori
isim dan fi'il'.
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa suatu ketika Abul Aswad
mendengar seorang membaca ayat Al-Qur'an: "Inna AIla:ha bari:un minal
mu'mini:na warasu:lihi" dengan mengkasrah lam dari kata rasu:lihi,
padahal seharusnya didlammah. Atas kejadian itu dia kemudian meminta
izin kepada Ziyad bin Abieh, Gubernur Bashrah, untuk menulis buku tentang
dasar-dasar kaidah bahasa Arab (Dlaif, 1968:15). Ibnu Salam (tanpa
tahun) dalam kitabnya Thabaqa:tu Fuhu:lisy Syu'ara:" mengatakan bahwa
Abul Aswad adalah orang pertama yang meletakkan dasar ilmu bahasa
Arab. Hal itu dilakukannya ketika ia melihat lahn mulai mewabah di
kalangan orang arab. Dia menulis antara lain bab fa:'il, maf'ul, harf jar,
rafa', nashab, dan jazm."
Berbagai riwayat dengan berbagai sumber banyak sekali disebutkan
oleh para ahli dalam rangka mendukung Abul Aswad seagai tokoh peletak
dasar Ilmu Nahwu. Namun demikian, diantara riwayat-riwayat itu masih
banyak yang diperdebatkan keabsahannya. Satu riwayat yang cukup populer
dan diakui keabsahannya oleh para ahli adalah bahwa Abul Aswad berjasa
dalam memberi syakal (tanda baca) pada mushaf Al-Qur'an. SebaKholisin,
Cikal Bakal Kelahiran Ilmu Nahwu 7
gaimana diketahui pada mulanya tulisan Arab itu tidak bertitik dan tidak
menggunakan tanda baca. Tidak ada tanda pembeda antara huruf dal dan
dzal, antara huruf sin dan syin, dan sebagainya. Juga tidak ada perbedaan
antara yang berbaris /a/, /i/, dan /u/. Demikian juga tulisan yang ada pada
mushaf Al-Qur'an, sehingga banyak orang yang keliru dalam membaca
Al-Qur'an, terutama umat Islam non-Arab (Umam, 1992). Lama kelamaan,
karena khawatir kesalahan itu akan semakin mewabah, Ziad bin
Abi Sufyan meminta Abul Aswad untuk mencari solusi yang tepat. Berangkat
dari permintaan itu akhirnya Abul Aswad menemukan jalan, yaitu
dengan memberi tanda baca dalam Al-Qur'an. Dengan tinta yang warnanya
berlainan dengan tulisan Al-Qur'an. Tanda baca itu adalah titik
diatas huruf untuk fathah, titik dibawah huruf untuk kasrah, dan titik di
sebelah kiri atas untuk dlammah. Karena tanda baca itu berupa titik-titik,
maka dikenal dengan sebutan naqthul i'rab (titik penanda i'rab) (Sirajuddin,
1992:33).
BASHRAH SEBAGAI KOTA KELAHIRAN ILMU NAHWU
Atas jasanya dalam memberi tanda baca mushaf Al-Qur'an itu Abul
Aswad kemudian dikenal sebagai peletak dasar ilmu I'rab, dan setelah itu
banyak orang yang datang kepadanya untuk belajar ilmu qira'ah dan
dasar-dasar ilmu i'rab. Dia melaksanakan pengajaran itu di masjid Jami'
Bashrah. Dari sinilah awal mula kota Bashrah dikenal sebagai kota kelahiran
Ilmu Nahwu. Banyak murid yang berhasil dan kemudian menjadi generasi
penerus yang mengembangkan gagasan-gagasan yang telah dirintisnya,
diantaranya adalah Anbasah bin Ma'dan yang dikenal dengan panggilan
Anbasah Al-fil, Nashr bin 'Ashim al-Laitsiy (wafat 89H), dan Yahya
bin Ya'mur Al-Adwaniy (wafat 129 H). Anbasah kemudian mempunyai
seorang murid yang banyak berpengaruh dalam pengembangan Ilmu
Nahwu yaitu Maimun Al-Aqran (Al-Fadlali, 1986:26).
Perkembangan Ilmu Nahwu yang sempat dicapai pada masa Yahya
bin Ya'mur dan Nashr bin Ashim antara lain adalah: (1) pembakuan sebagian
istilah nahwu, seperti rafa', nasab, jar, tanwin, dan i'rab, (2) perluasan
beberapa pokok bahasan nahwu, (3) mulai dipakainya pendekatan
nahwiyyah dalam pembahasan masalah-masalah ilmiyah di kalangan para
ulama, dan (4) mulai bermunculannya karangan-karangan dalam bidang
Ilmu Nahwu, sekalipun masih belum berbentuk buku. Di samping itu,
8 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003
dikenalnya kota Bashrah dengan kota kelahiran nahwu juga karena kota
ini selalu menjadi pusat kegiatan pengajian dan penelitian di bidang itu.
Para ahli nahwu setelah generasi Yahya dan 'Ashim, seperti Ibnu Abi
Ishaq (wafat 117 H) dan Abu "Amr bin Al-'Ala' (wafat 154 H) selalu getol
dalam mengkaji dan meneliti berbagai masalah yang berkaitan dengan
nahwu. Merekalah yang mula-mula mengembangkan metode induksi dan
deduksi serta analogi dalam penyusunan Ilmu Nahwu. Untuk mengumpulkan
data penelitian itu mereka tidak segan-segan melanglang buana ke
berbagai penjuru jazirah Arab yang bahasanya masih dianggap murni ,
seperti Nejed, Hijaz, dan Tihamah. Dari daerah-daerah itu mereka pilih
kabilah-kabilah yang benar-benar kuat dalam memegang kemurnian bahasa,
seperti kabilah Tamim, Qais, Asad, Thayyi', dan Hudzail. Disamping
itu, dalam melakukan analogi mereka tidak segan-segan merujuk pada
sumber utama ilmu bahasa Arab yaitu Al-Qur'an. Mereka tidak merujuk
pada Hadits Nabi dalam melakukan analogi, karena pada waktu itu hadits
belum dibukukan.
Jika demikian itu keadaan di kota Bashrah, maka tidak demikian apa
yang terjadi di kota Kufah (yang pada akhirnya juga dikenal dengan
aliran nahwunya). Di saat Bashrah sedang gencar-gencarnya mengkaji dan
membahas berbagai hal yang berkaitan dengan Ilmu Nahwu, sampai pertengahan
akhir abad kedua Hijriah, Kufah masih berkutat pada pembacaan
Al-Qur'an dan pengumandangan syair dan prosa. Dalam hal ini Ibnu
Salam berkata: "Bashrah lebih dahulu menaruh perhatian terhadap kaidahkaidah
bahasa Arab" (Ibnu Salam, tanpa tahun:12). Senada dengan itu,
Ibnu Nadim(dalam Dlaif, 1968:20) mengatakan: "Saya lebih mengutamakan
pendapat ulama Bashrah, karena dari merekalah Ilmu Nahwu
mula-mula dipelajari"
Kemajuan Bashrah dalam bidang Ilmu Nahwu itu juga tidak terlepas
dari perannya dalam bidang sosial budaya. Bashrah pada saat itu merupakan
pusat perdagangan negara Iraq, sehingga kota itu banyak menerima
pertukaran budaya dengan negara-negara asing. Selain itu, dibandingkan
dengan Kufah, Bashrah juga lebih dekat ke Jundaisabur, Persi yang saat
itu merupakan pusat pengkajian budaya dan filsafat Yunani, Persi, dan
Hindia. Oleh karena itu pemikiran Bashrah secara umum lebih mendalam
dari pada pemikiran kufah, dan lebih siap untuk mengkaji dan mengkonstruksi
berbagai macam ilmu.
Kholisin, Cikal Bakal Kelahiran Ilmu Nahwu 9
TOKOH-TOKOH NAHWU BASHRAH GENERASI PERTAMA
Sekalipun Abul Aswad Ad-Du'ali berjasa dalam memberi syakal Al-
Qur'an, dia belum dapat dikatakan sebagai tokoh sejati dalam bidang Ilmu
Nahwu, karena yang ia lakukan itu semata-mata usaha pengalihan kode
bunyi vokal yang sudah ada ke dalam bentuk tulisan (berupa titik), dan belum
sampai pada pembentukan kaidah-kaidah Ilmu Nahwu. Demikian
juga, apa yang dilakukan oleh Yahya bin Ya'mur dan Nashr bin 'Ashim.
Mereka masih membentuk beberapa istilah dan belum sampai pada generalisasi
kaidah-kaidah. Tokoh nahwu generasi pertama yang sejati menurut
Dlaif (1968:22-23) adalah Ibnu Abi Ishaq, kemudian ketiga muridnya, Isa
bin Umar, Abu Amr bin Al-'Ala', dan Yunus bin Hubaib (Dlaif 1968:22).
Ibnu Abi Ishaq
Ia adalah Abdullah bin Ishaq (wafat 117H). Dialah orang yang pertama
merumuskan kaidah-kaidah nahwu, menerapkan prinsip-prinsip
analogi, dan menerangkan berbagai alasan secara linguistis. Kepeduliannya
terhadap prinsip analogi tidak hanya ia terapkan pada masalahmasalah
nahwu, tetapi juga ia tanamkan pada pola berpikir muridmuridnya.
Dengan metode ini ia banyak menentang Farazdaq, seorang
penyair ulung yang dinilainya banyak menyalahi kaidah bahasa Arab.
Misalnya, ia menyalahkan Farazdaq dalam syairnya:
"wa 'adldlu zama:nin ya bna marwa:na lam yada'
minal ma:li illa: mus-hatan aw mujarrafu".
Kata mujarrafu (berakhir vokal /u/ karena dibaca rafa') menurutnya
tidak benar , karena menyalahi kaidah nahwu. Kata itu seharusnya di baca
mujarrafa (berakhir vokal /a/ atau nashab) karena diathafkan pada
mushatan. Dengan penentangannya itu ia ingin menunjukkan bahwa seorang
penyair, bagaimanapun fasihnya, tidak boleh seenaknya menyalahi
kaidah nahwu.
Keteguhannya berpegang pada analogi (qiyas) membuatnya tidak takut
untuk kadang-kadang bertentangan dengan jumhurul qurra' (para ahli
baca Al-Qur'an). Sebagai contoh ia berbeda dengan mereka dalam membaca
ayat "as sa:riqu was sa:riqatu faqtha'u: aydiya huma:.....". Para
qurra' membaca as sa:riqu was sa:riqatu dengan rafa' sebagai mubtada'
10 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003
'subjek', yang khabar 'predikat'-nya berupa klausa faqtha'u: aydiya huma,
sedangkanIbnu Abi Ishaq membacanya dengan nashab " as sa:riqa
wassa:riqata" sebagai maf'ul bih 'objek pelengkap'.
Sampai pada akhir hayatnya Ibnu Abi Ishaq tidak meninggalkan satu
buku pun tentang nahwu. Ilmu yang berharga itu ia sampaikan kepada
murid-muridnya secara lisan saja melalui muhadlarah-muhadlarah (kuliah-
kuliah) dan pengajian-pengajian di berbagai tempat.
Isa bin Umar Ats-Tsaqafiy
Ia seorang penduduk Basrah yang lahir di daerah Tsaqi:f, dan oleh
karena itu dipanggil dengan gelar Ats-Tsaqafiy. Ia salah seorang murid
dari Ibnu Abi Ishaq. Seperti gurunya, ia menjunjung tinggi prinsip analogi
dan berusaha menerapkannya dalam menghadapi berbagai persoalan yang
berkaitan dengan tata bahasa. Ia banyak mengkritik syair-syair yang menyalahi
kaidah nahwu, baik syair yang ditulis oleh orang semasanya maupun
oleh para pendahulunya, bahkan syair-syair jahiliy seperti karya
Nabighah Adz-Dzubyani. Dalam beberapa bacaan Al-Qur'an ia juga berbeda
pendapat dengan kebanyakan ulama, seperti pada ayat "Ha:?ula:?i
bana:tiy hunna athharu lakum". Jumhur ulama membaca rafa' kata athharu
sebagai khabar dari kata hunna, sedangkan ia membaca nashab kata
tersebut sebagai hal dan menjadikan hunna sebagai dlamir fashl.
Pengaruh lain yang nyata dirasakan oleh muridnya, seperti Khalil bin
Ahmad dan generasi sesudahnya, adalah ide tentang taqdi:rul 'awa:mil almakhdzu:
fah ( adanya unsur yang terdelisi dari struktur lahir kalimat). Isa
bin 'Umar telah meletakkan dasar penting yang menunjukkan kedalaman
rasa bahasanya. Ia memilih menashabkan kata-kata yang di kalangan
orang Arab menjadi perdebatan; apakah kata itu dibaca nashab atau dibaca
rafa'. Ia seakan merasakan dengan jelas bahwa orang Arab lebih
senang nashab dari pada rafa' karena lebih ringan secara fonologis.
Isa bin Umar kembali ke hadapan Tuhan dengan meninggalkan beberapa
karya penting dalam bentuk risalah dan karangan, antara lain "Al-
Ja:mi'" dan "Al-Ikma:l". Karya yang pertama memuat masalah-masalah
dan kaidah-kaidah nahwu, sedangkan yang kedua merupakan penyempurnaan
dari yang pertama (Dlaif, 1968:27).
Kholisin, Cikal Bakal Kelahiran Ilmu Nahwu 11
Abu Amr bin Al-'Ala'
Ia lahir di Mekah pada tahun 70 H dan dibesarkan di Bashrah serta
menetap disana sampai meninggal pada tahun 154 H. Ia juga termasuk
salah satu murid dari Ibnu Abi Ishaq. Hanya saja, disamping dikenal sebagai
ahli nahwu, ia dikenal sebagai ahli bacaan Al-Qur'an, penyair dan ahli
perhitungan hari dan tanggal (hisab). Ketenarannya sebagai salah satu
qurra:?ul qur?an as-sab'ah (tujuh orang yang dijadikan panutan dalam
membaca Al-Qur'an) hampir mengalahkan ketenarannya sebagai ahli
nahwu. Oleh karena itu Imam Sibawaih tidak meriwayatkan dari padanya
masalah-masalah nahwu, kecuali beberapa masalah yang berkaitan dengan
data kebahasaan secara umum. Namun demikian, dia juga meninggalkan
beberapa gagasan nahwu yang orisinil, seperti pendapatnya tentang
nashabnya kata rajulan dalam kalimat habbadza: muhammadun rajulan.
Menurutnya kata rajulan itu dinashabkan karena menjadi hal, bukan tamyiz
sebagaimana pendapat umum ahli nahwu.
Yunus bin Hubaib
Ia lahir pada tahun 94 H dan wafat pada tahun 182 H. Dalam
umurnya yang cukup panjang itu berkesempatan melanglang buana dalam
rangka memperdalam ilmu tentang bahasa Arab secara umum. Ia sempat
berguru pada Ibnu Ishaq, Isa bin Umar, dan Abu Amr. Ia juga sempat
tinggal beberapa lama di kalangan suku badui. Pengalamannya yang beragam
itu mengantarkannya menjadi ahli bahasa dan dialek yang terkenal.
Ia juga menyusun beberapa karangan tentang kebahasaan. Halaqah yang
diadakannya di Bashrah banyak diikuti oleh masyarakat dari berbagai penjuru
kota itu. Dari halaqahnya itu terlahir beberapa ahli nahwu besar, misalnya
Abu Ubaidah dan Sibawaih. Dalam bukunya yang terkenal, "Al-
Kita:b", Sibawaih bahkan sering menyebut namanya. Akan tetapi penyebutan
itu kebanyakan berkaitan dengan data kebahasaan, dan bukan dengan
pendapatnya tentang nahwu, karena dengan masalah nahwu Sibawaih
lebih cenderung pada pendapat Al-Khalil bin Ahmad.
Dalam perkembangan selanjutnya, pendapat-pendapat Yunus dalam
masalah nahwu kurang populer, karena banyak berbeda dengan pendapat
Al-Kholil dan muridnya, Sibawaih yang kelak menjadi panutan bagi generasai
sesudahnya. Diantara pendapat Yunus yang berseberangan dengan
12 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003
pendapat Sibawaih adalah masalah afiksasi (ziyadah) pada kata seperti
/qassama/. Menurut Yunus sisipan yang ada pada kata tersebut adalah /s/
yang pertama, sementara Sibawaih berpendapat sebaliknya, yaitu /s/
kedua yang merupakan imbuhan.
PENUTUP
Dalam rangka memperluas wawasan tentang perkembangan Ilmu
Nahwu, seorang linguis tidak bisa terlepas dari kajian historis. Para ulama
terdahulu telah meninggalkan begitu banyak warisan berharga dalam
bidang Ilmu Nahwu dan perkembangannya. Usaha yang telah dirintis oleh
para ahli generasi pertama disambut dan ditindak lanjuti oleh generasai
sesudahnya, sehingga kajian nahwu itu selalu berkesinambungan bak rantai
yang tiada putus-putusnya. Hal itu dibuktikan oleh tumbuhnya aliranaliran
besar dalam bidang Ilmu Nahwu dari masa-kemasa, seperti aliran
Bashrah, aliran Kuffah, aliran Baghdad, aliran Andalus, dan aliran Mesir.
Di samping aliran-aliran itu, sejarah juga mencatat nama-nama besar
yang menjadi simbol bagi setiap aliran. Dari aliran Bashrah tercatat namanama
seperti Abul Aswad, Al-Khalil, dan Sibawaih. Dari aliran Kuffah
ada Al-Kisa'i, dan Tsa'lab. Sementara itu dari Baghdad nama Abu Ali Alfarisi,
Ibnu Ginniy, dan Az-Zamakhsyari merupakan tokoh yang tak pernah
terlupakan. Demikian juga dari aliran-aliran lainnya.
DAFTAR RUJUKAN
Abul Fath, Utsman bin Jinniy. 1985. Sirru Shina'ati I'rab.Tahqi:q. (penyunting)
Hasan Handawi. Damaskus: Darul Qalam
Abul Fath, Utsman ibn Jinniy. 1985. Al-Khasha'ish. Tahqiq: Muhammad Ali Annajjar.
Darul Huda
Al-Fadlali, Abdul Hadi. 1986. Mara:kizud Dira:satin Nahwiyyah. Bairut:
Maktabah Al-Manar
Dlaif, Syauqi. 1968. Al-Mada:risun Nahwiyyah. Mesir: Darul Ma'arif.
Ibnu Salam. Tanpa tahun. Thabaqa:tu Fuhu:lisy Syu'ara:'. Mesir Daru Ma'arif.
Sirajuddin, D. 1992. Dinamika Kaligrafi Islam. Terjemahan dari Ruhul Khaththil
'Arabi oleh Kamil Al-Baba. Jakarta: Darul Ulum Press.
Umam, Chatibul. 1992. Imam Al-Khalil Al-Farahidi Gudang Ilmu Yang Terlupakan.
Pidato ilmiyah disampaikan pada upacara pengukuhan Guru Besar
Kholisin, Cikal Bakal Kelahiran Ilmu Nahwu 13
tetap dalam Bahasa Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hiyatullah Jakarta.

Rahasia Dibalik Gerakan Sholat

Ingin tahu bagaimana tips untuk meningkatkan kecerdasan, mudah dalam proses persalinan, menghindari nyeri sendi, mencegah gangguan prostat, melancarkan pencernaan, menjaga kesehatan organ reproduksi dan menjaga kekencangan kulit? … dalam tulisan ini akan diugkap rahasia di balik gerakan sholat, sehat dengan sholat ..!!. Tulisan ini kami share dari sahabat kami di Facebook, Asti Indriyani, salah satu mahasiswa fakultas kedokteran, Universitas Islam Indonesia, semoga bermanfaat untuk kita semua dan dapat menjadi salah satu motivasi serta pengikat hati kita untuk cinta dan rindu akan shalat dengan segala rahasia di baliknya. Dan tentunya dengan didukung oleh ketulusan dan keikhlsan karena-Nya.
Apapun bidang dan profesi Anda, tentu sehat jasmani dan rohani adalah sebuah keniscayaan untuk mendukung dan memperoleh kebahagiaan, betul bukan? …, dari seorang karyawan, ahli komputer, sastrawan, ahli hikmah, pengusaha dunia maya, hingga pimpinan negara … semua ingin sehat. Shalat adalah jalan untuk memulainya. Shalat adalah amalan ibadah yang paling proporsional bagi anatomi tubuh manusia. Gerakan-gerakannya sudah sangat melekat dengan gestur (gerakan khas tubuh) seorang muslim. Namun, pernahkah terpikirkan manfaat masing-masing gerakan? Sudut pandang ilmiah menjadikan salat gudang obat bagi berbagai jenis penyakit! Saat seorang hamba telah cukup syarat untuk mendirikan salat, sejak itulah ia mulai menelisik makna dan manfaatnya. Sebab salat diturunkan untuk menyempurnakan fasilitasNya bagi kehidupan manusia. Setelah sekian tahun menjalankan salat, sampai di mana pemahaman kita mengenainya?, berikut dibahas beberapa manfaat gerakan shalat dimulai dari takbiratul ihram hingga salam, selamat membaca.
TAKBIRATUL IHRAM
Postur: berdiri tegak, mengangkat kedua tangan sejajar telinga, lalu melipatnya di depan perut atau dada bagian bawah.
Manfaat: Gerakan ini melancarkan aliran darah, getah bening (limfe) dan kekuatan otot lengan. Posisi jantung di bawah otak memungkinkan darah mengalir lancar ke s! eluruh tubuh. Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu meregang sehingga aliran darah kaya oksigen menjadi lancar. Kemudian kedua tangan didekapkan di depan perut atau dada bagian bawah. Sikap ini menghindarkan dari berbagai gangguan persendian, khususnya pada tubuh bagian atas.
RUKUK
Postur: Rukuk yang sempurna ditandai tulang belakang yang lurus sehingga bila diletakkan segelas air di atas punggung tersebut tak
akan tumpah. Posisi kepala lurus dengan tulang belakang.
Manfaat: Postur ini menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulangbelakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat syaraf. Posisi jantung sejajar dengan otak, maka aliran darah maksimal pada tubuh bagian tengah. Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi relaksasi bagi otot-otot bahu hingga ke bawah. Selain itu, rukuk adalah latihan kemih untuk mencegah gangguan prostat.
I’TIDAL
Postur: Bangun dari rukuk, tubuh kembali tegak setelah, mengangkat kedua tangan setinggi telinga.
Manfaat: Itidal adalah variasi postur setelah rukuk dan sebelum sujud. Gerak berdiri bungkuk berdiri sujud merupakan latihan pencernaan yang baik. Organ organ pencernaan di dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara bergantian. Efeknya, pencernaan menjadi lebih lancar.
SUJUD
Postur: Menungging dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi pada lantai.
Manfaat: Aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak. Posisi jantung di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisa
mengalir maksimal ke otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Karena itu, lakukan sujud dengan tuma’ninah, jangan tergesa gesa agar darah mencukupi kapasitasnya di otak. Postur ini juga menghindarkan gangguan wasir. Khusus bagi wanita, baik rukuk maupun sujud memiliki manfaat luar biasa bagi kesuburan dan kesehatan organ kewanitaan.
DUDUK
Postur: Duduk ada dua macam, yaitu iftirosy (tahiyyat awal) dan tawarruk (tahiyyat akhir). Perbedaan terletak pada posisi telapak kaki.
Manfaat: Saat iftirosy, kita bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan syaraf nervus Ischiadius. Posisi ini menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan. Duduk tawarruk sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih (urethra), kelenjar kelamin pria (prostata) dan saluran vas deferens. Jika dilakukan. dengan benar, postur irfi mencegah impotensi. Variasi posisi telapak kaki pada iftirosy dan tawarruk menyebabkan seluruh otot tungkai turut meregang dan kemudian relaks kembali. Gerak dan tekanan harmonis inilah yang menjaga. kelenturan
dan kekuatan organ-organ gerak kita.
SALAM
Gerakan: Memutar kepala ke kanan dan ke kiri secara maksimal.
Manfaat: Relaksasi otot sekitar leher dan kepala menyempurnakan aliran darah di kepala. Gerakan ini mencegah sakit kepala dan menjaga kekencangan kulit wajah. BERIBADAH secara, kontinyu bukan saja menyuburkan iman, tetapi mempercantik diri wanita luar dan dalam.
PACU KECERDASAN
Gerakan sujud dalam salat tergolong unik. Falsafahnya adalah manusia menundukkan diri serendah-rendahnya, bahkan lebih rendah dari pantatnya sendiri. Dari sudut pandang ilmu psikoneuroimunologi (ilmu mengenai kekebalan tubuh dari sudut pandang psikologis) yang didalami Prof . Sholeh, gerakan ini mengantar manusia pada derajat setinggi-tingginya. Mengapa? Dengan melakukan gerakan sujud secara rutin, pembuluh darah di otak terlatih untuk menerima banyak pasokan darah. Pada saat sujud, posisi jantung berada di atas kepala yang memungkinkan darah mengalir maksimal ke otak. Itu artinya, otak mendapatkan pasokan darah kaya oksigen yang memacu kerja sel- selnya. Dengan kata lain, sujud yang tumakninah dan kontinyu dapat memacu kecerdasan. Risetnya telah mendapat pengakuan dari Harvard Universitry , AS. Bahkan seorang dokter berkebangsaan Amerika yang tak dikenalnya menyatakan masuk Islam setelah diam-diam melakukan riset pengembangan khusus mengenai gerakan sujud.
PERINDAH POSTUR
Gerakan-gerakan dalam salat mirip yoga atau peregangan (stretching) . Intinya untuk melenturkan tubuh dan melancarkan peredaran darah. Keunggulan salat dibandingkan gerakan lainnya adalah salat menggerakan anggota tubuh lebih banyak, termasuk jari kaki dan tangan. Sujud adalah latihan kekuatan untuk otot tertentu, termasuk otot dada. Saat sujud, beban tubuh bagian atas ditumpukan pada lengan hingga telapak tangan. Saat inilah kontraksi terjadi pada otot dada, bagian tubuh yang menjadi kebanggaan wanita. Payudara tak hanya menjadi lebih indah bentuknya tetapi juga memperbaiki fungsi kelenjar air susu di dalamnya.
MUDAHKAN PERSALINAN
Masih dalam pose sujud, manfaat lain bisa dinikmati kaum hawa. Saat pinggul dan pinggang terangkat melampaui kepala dan dada, otot-otot perut (rectus abdominis dan obliquus abdominis externuus) berkontraksi penuh. Kondisi ini melatih organ di sekitar perut untuk mengejan lebih dalam dan lama. Ini menguntungkan wanita karena dalam persalinan dibutuhkan pernapasan yang baik dan kemampuan mengejan yang mencukupi. Bila, otot perut telah berkembang menjadi lebih besar dan kuat, maka secara alami ia justru lebih elastis. Kebiasaan sujud menyebabkan tubuh dapat mengembalikan serta mempertahankan organ-organ perut pada tempatnya kembali (fiksasi).

Solahudin Al-ayyubi

Shalahudin Al-Ayyubi adalah salah seorang panglima tentara Khalifah Nuruddin Zanki yang berkedudukan di Syam. Nama lengkapnya adalah Shalahudin Yusuf Ibnu Ayyub.
Pada tahun 1167 Masehi, terjadi perselisihan antara Syaur dan Dirgham, merebut jabatan wazir kerajaan Fathimiyah di Mesir yang di perintah oleh Khalifah Al Adhid. Syaur minta bantuan kepada Nuruddin yang kemudian mengutus Syirkuh dan Shalahudin sedangkan Dirgham meminta bantuan pula kepada kaum Salib. Dirgham dapat di kalahkan Syaur yang di bantu oleh Syirkuh dan Shalahudin. Syaur yang telah di bantu itu, berkhianat, ia mengadakan perjanjian gelap dengan kaum Salib. Akibatnya terjadi pertempuran dengan kaum Salib di Al-Baabin. Kaum Salib di kalahkan Syirkuh dan Shalahudin, Syirkuh memasuki kota Iskandariyah, kota tersebut di kepung kaum Salib. Walaupun Syirkuh bisa masuk kota Iskandariyah, akan tetapi kaum Salib belum bisa di kalahkan secara total. Perang terhenti untuk sementara. Syirkuh kembali ke Syam, sedangkan Shalahuddin tetap di Iskandariyah.
Karena Syaur pernah berkhianat, Khalifah Al Adhid tidak mempercayainya. Dengan bantuan kekuatan dari Khalifah Nuruddin, akhirnya Syaur dapat di singkirkan dan Syirkuh menjadi Wazir di sana. Akan tetapi rupanya ajal tidak mengizinkan bagi Syirkuh untuk berkuasa lebih lama, bulan ketiga ia pun meninggal dunia. Maka diangkat Shalahuddin sebagai pengganti. Kemudian Al Adhid pun wafat, sedang penggantinya belum ada. Oleh karena itu semua kekuasaan di pegang oleh Shalahuddin, sebagai pengganti Syirkuh dan merangkap sebagi pengganti Khalifah Al Adhid yang meninggal dunia. Khalifah Nuruddin di Syam menjadi cemburu, dan bermaksud menyingkirkan Shalahuddin. Sesungguhnya Allah mengetahui isi hati hamba-Nya yang beriman dan benar-benar berjuang di jalan Allah. Sebelum maksud Khalifah Nuruddin terlaksana beliau wafat tahun 1174 Masehi. Shalahuddin mengumumkan kekuasaannya atas Mesir dan Syam, dengan gelar Sultan Al-Malikun Nashir.
Perhatian Shalahuddin diarahkan untuk mengusir tentara kaum Salib. Pada tahun 1180 terjadi perang.
Kaum Salib minta damai, tidak saling ganggu-mengganggu. Pada tahun 1186 Kaum Salib menghianati perjanjian itu. Reynold salah satu panglima kaum Salib, merampok orang-orang muslim yang akan menunaikan ibadah haji. Salah satu dari kafilah yang di rampok terdapat saudara Shalahuddin sendiri yang terbunuh. Shalahuddin marah dan bersumpah akan membunuh Reynold si penghianat. Bulan juli 1187 Masehi terjadinya perang yang besar dan sangat hebat. Benteng Al Kark dapat di rebut oleh Shalahuddin dan Reynold pun ditawan. serta kurang lebih 10.000 tentara Salib terbunuh.

Sabtu, 11 September 2010

BIOGRAFI IMAM-IMAM HADIS

BIOGRAFI IMAM BUKHARI
Pertumbuhan beliau
Nama: Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al Mughirah bin Bardizbah.
Kuniyah beliau: Abu Abdullah
Nasab beliau:
1. Al Ju’fi; nisabah Al Ju’fi adalah nisbah arabiyyah. Faktor penyebabnya adalah, bahwasanya al Mughirah kakek Bukhari yang kedua masuk Islam berkat bimbingan dari Al Yaman Al Ju’fi. Maka nisbah beliau kepada Al Ju’fi adalah nisbah perwalian
2. Al Bukhari; yang merupakan nisbah kepada negri Imam Bukhari lahir
Tanggal lahir: Beliau dilahirkan pada hari Jum’at setelah shalat Jum’at 13 Syawwal 194 H
Tempat lahir: Bukhara
Masa kecil beliau: Bukhari dididik dalam keluarga yang berilmu. Bapaknya adalah seorang ahli hadits, akan tetapi dia tidak termasuk ulama yang banyak meriwayatkan hadits, Bukhari menyebutkan di dalam kitab tarikh kabirnya, bahwa bapaknya telah melihat Hammad bin Zaid dan Abdullah bin Al Mubarak, dan dia telah mendengar dari imam Malik, karena itulah dia termasuk ulama bermadzhab Maliki. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil, sehingga dia pun diasuh oleh sang ibu dalam kondisi yatim. Akan tetapi ayahnya meninggalkan Bukhari dalam keadaan yang berkecukupan dari harta yang halal dan berkah. Bapak Imam Bukhari berkata ketika menjelang kematiannya; “Aku tidak mengetahui satu dirham pun dari hartaku dari barang yang haram, dan begitu juga satu dirhampun hartaku bukan dari hal yang syubhat.”
Maka dengan harta tersebut Bukhari menjadikannya sebagai media untuk sibuk dalam hal menuntut ilmu.
Ketika menginjak usia 16 tahun, dia bersama ibu dan kakaknya mengunjungi kota suci, kemudian dia tinggal di Makkah dekat dengan baitulah beberapa saat guna menuntut ilmu.
Kisah hilangnya penglihatan beliau: Ketika masa kecilnya, kedua mata Bukhari buta. Suatu ketika ibunya bermimpi melihat Khalilullah Nabi Ibrahim ‘Alaihi wa sallam berujar kepadanya; “Wahai ibu, sesungguhnya Allah telah memulihkan penglihatan putramu karena banyaknya doa yang kamu panjatkan kepada-Nya.” Menjelang pagi harinya ibu imam Bukhari mendapati penglihatan anaknya telah sembuh. Dan ini merupakan kemuliaan Allah subhanahu wa ta’ala yang di berikan kepada imam Bukhari di kala kecilnya.
Perjalanan beliau dalam menuntut ilmu
Kecerdasan dan kejeniusan beliau
kecerdasan dan kejeniusan Bukhari nampak semenjak masih kecil. Allah menganugerahkan kepadanya hati yang cerdas, pikiran yang tajam dan daya hafalan yang sangat kuat, sedikit sekali orang yang memiliki kelebihan seperti dirinya pada zamannya tersebut. Ada satu riwayat yang menuturkan tentang dirinya, bahwasanya dia menuturkan; “Aku mendapatkan ilham untuk menghafal hadits ketika aku masih berada di sekolah baca tulis.” Maka Muhammad bin Abi Hatim bertanya kepadanya; “saat itu umurmu berapa?”. Dia menjawab; “Sepuluh tahun atau kurang dari itu. Kemudian setelah lulus dari sekolah akupun bolak-balik menghadiri majelis hadits Ad-Dakhili dan ulama hadits yang lainnya. Ketika sedang membacakan hadits di hadapan murid-muridnya, Ad-Dakhili berkata; ‘Sufyan meriwayatkan dari Abu Zubair dari Ibrahim.’ Maka aku menyelanya; ‘Sesungguhnya Abu Zubair tidak meriwayatkan dari Ibrahim.’ Tapi dia menghardikku, lalu aku berkata kepadanya, ‘kembalikanlah kepada sumber aslinya, jika anda punya.’ Kemudian dia pun masuk dan melihat kitabnya lantas kembali dan berkata, ‘Bagaimana kamu bisa tahu wahai anak muda?’ Aku menjawab, ‘Dia adalah Az Zubair. Nama aslinya Ibnu ‘Adi yang meriwayatkan hadits dari Ibrahim.’ Kemudian dia pun mengambil pena dan membenarkan catatannya. Dan dia pun berkata kepadaku, ‘Kamu benar.’ Maka Muhammad bin Abi Hatim bertanya kepada Bukhari; “Ketika kamu membantahnya berapa umurmu?”. Bukhari menjawab, “Sebelas tahun.”
Hasyid bin Isma’il menuturkan: bahwasanya Bukhari selalu ikut bersama kami mondar-mandir menghadiri para masayikh Bashrah, dan saat itu dia masih anak kecil. Tetapi dia tidak pernah menulis (pelajaran yang dia simak), sehingga hal itu berlalu beberapa hari. Setelah berlalu 6 hari, kamipun mencelanya. Maka dia menjawab semua celaan kami; “Kalian telah banyak mencela saya, maka tunjukkanlah kepadaku hadits-hadits yang telah kalian tulis.” Maka kami pun mengeluarkan catatan-catatan hadits kami. Tetapi dia menambahkan hadits yang lain lagi sebanyak lima belas ribu hadits. Dan dia membaca semua hadits-hadits tersebut dengan hafalannya di luar kepala. Maka akhirnya kami mengklarifikasi catatan-catatan kami dengan berpedoman kepada hafalannya.
Permulaannya dalam menuntut ilmu
Aktifitas beliau dalam menuntut ilmu di mulai semenjak sebelum menginjak masa baligh, dan hal itu di tunjang dengan peninggalan orang tuanya berupa harta, beliau berkata; ‘aku menghabiskan setiap bulan sebanyak lima ratus dirham, yang aku gunakan untuk pembiaan menuntut ilmu, dan apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik dan lebih eksis.’
Dia bergegas mendatangi majelis-majelis ilmu, ketika dia sudah menghafal Al qur`an dan menghafal beberapa karya tulis para ulama, dan yang pertama kali karya tulis yang beliau hafal adalah buku Abdullah bin Al Mubarak, buku Waki’ bin al Jarrah dalam masalah Sunan dan zuhud, dan yang lainnya. Sebagaimana beliau juga tidak meninggalkan disiplin ilmu dalam masalah fikih dan pendapat.
Rihlah beliau
Rihlah dalam rangka menuntut ilmu merupakan bagian yang sangat mencolok dan sifat yang paling menonjol dari tabiat para ahlul hadits, karena posisi Bukhari dalam masalah ilmu ini merupakan satu kesatuan pada diri seorang ahlul hadits, maka dia pun mengikuti sunnah para pendahulunya dan dia pun meniti jalan mereka.
Dia tidak puas dengan hanya menyimak hadits dari penduduk negrinya, sehingga tidak terelakkan lagi bagi dirinya untuk mengadakan dalam rangka menuntut ilmu, dia berkeliling ke negri-negri Islam. Dan pertama kali dia mengadakan perjalanannya adalah pada tahun 210 hijriah, yaitu ketika umurnya menginjak 16 tahun, pada tahun kepergiannya dalam rangka menunaikan ibadah haji bersama dengan ibundanya dan saudara tuanya.
Negri-negri yang pernah beliau masuki adalah sebagai berikut;
1. Khurasan dan daerah yang bertetangga dengannya
2. Bashrah
3. Kufah
4. Baghdad
5. Hijaz (Makkah dan Madinah)
6. Syam
7. Al Jazirah (kota-kota yang terletak di sekitar Dajlah dan eufrat)
8. Mesir
Bukhari menuturkan tentang rihlah ilmiah yang dia jalani; ‘Aku memasuki Syam, Mesir dan al Jazirah sebanyak dua kali, ke Bashrah sebanyak empat kali, dan aku tinggal di Hijaz beberapa tahun, dan aku tidak bisa menghitung berapa kali saya memasuki kawasan Kufah dan Baghdad bersama para muhadditsin.
Guru-guru beliau
Imam Bukhari berjumpa dengan sekelompk kalangan atba’ut tabi’in muda, dan beliau meriwayatkan hadits dari mereka, sebagaimana beliau juga meriwayatkan dengan jumlah yang sangat besar dari kalangan selain mereka. Dalam masalah ini beliau bertutur: aku telah menulis dari sekitar seribu delapan puluh jiwa yang semuanya dari kalangan ahlul hadits.
Guru-guru imam Bukhari terkemuka yang telah beliau riwayatkan haditsnya;
1. Abu ‘Ashim An Nabil
2. Makki bin Ibrahim
3. Muhammad bin ‘Isa bin Ath Thabba’
4. Ubaidullah bin Musa
5. Muhammad bin Salam Al Baikandi
6. Ahmad bin Hambal
7. Ishaq bin Manshur
8. Khallad bin Yahya bin Shafwan
9. Ayyub bin Sulaiman bin Bilal
10. Ahmad bin Isykab
11. Dan masih banyak lagi
Murid-murid beliau
Al Hafidz Shalih Jazzarah berkata; ‘ Muhammad bin Isma’il duduk mengajar di Baghdad, dan aku memintanya untuk mendektekan (hadits) kepadaku, maka berkerumunlah orang-orang kepadanya lebih dari dua puluh ribu orang.
Maka tidaklah mengherankan kalau pengaruh dari majelisnya tersebut menciptakan kelompok tokoh-tokoh yang cerdas yang meniti manhaj, dintara mereka itu adalah;
1. Al Imam Abu al Husain Muslim bin al Hajjaj an Naisaburi (204-261), penulis buku shahih Muslim yang terkenal
2. Al Imam Abu ‘Isa At Tirmizi (210-279) penulis buku sunan At Tirmidzi yang terkenal
3. Al Imam Shalih bin Muhammad (205-293)
4. Al Imam Abu Bakr bin Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah (223-311), penulis buku shahih Ibnu Khuzaimah.
5. Al Imam Abu Al Fadhl Ahmad bin Salamah An Naisaburi (286), teman dekat imam Muslim, dan dia juga memiliki buku shahih seperti buku imam Muslim.
6. Al Imam Muhammad bin Nashr Al Marwazi (202-294)
7. Al Hafizh Abu Bakr bin Abi Dawud Sulaiman bin Al Asy’ats (230-316)
8. Al Hafizh Abu Al Qasim Abdullah bin Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Baghawi (214-317)
9. Al Hafizh Abu Al Qadli Abu Abdillah Al Husain bin Isma’il Al Mahamili (235-330)
10. Al Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Ma’qil al Nasafi (290)
11. Al Imam Abu Muhammad Hammad bin Syakir al Nasawi (311)
12. Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf bin Mathar al Firabri (231-320)
Karakter imam Bukhari
Meskipun Imam Bukhari sibuk dengan menuntut ilmu dan menyebarkannya, tetapi dia merupakan individu yang mengamalkan ilmu yang dimilikinya, menegakkan keta’atan kepada Rabbnya, terpancar pada dirinya ciri-ciri seorang wali yang terpilih dan orang shalih serta berbakti, yang dapat menciptakan karismatik di dalam hati dan kedudukan yang mempesona di dalam jiwa.
Dia merupakan pribadi yang banyak mengerjakan shalat, khusu’ dan banyak membaca al Qur`an.
Muhammad bin Abi Hatim menuturkan: ‘dia selalu melaksanakan shalat di waktu sahur sebanyak tiga belas raka’at, dan menutupnya dengan melaksanakan shalat witir dengan satu raka’at’
Yang lainnya menuturkan; ‘ Apabila malam pertama di bulan Ramadlan, murid-murid imam Bukhari berkumpul kepadanya, maka dia pun meminpin shalat mereka. Di setiap rak’at dia membaca dua puluh ayat, amalan ini beliau lakukan sampai dapat mengkhatamkan Al qur`an.
Beliau adalah sosok yang gemar menafkahkan hartanya, banyak berbuat baik, sangat dermawan, tawadldlu’ dan wara’.
Persaksian para ulama terhadap beliau
Sangat banyak sekali para ulama yang memberikan kesaksian atas keilmuan imam Bukhari, diantara mereka ada yang dari kalangan guru-gurunya dan teman-teman seperiode dengannya. Adapun periode setelah meninggalnya bukhari sampai saat ini, kedudukan imam Bukhari selalu bersemayam di dalam relung hati kaum muslimin, baik yang berkecimpung dalam masalah hadits, bahkan dari kalangan awwam kaum muslimin sekali pun memberikan persaksian atas keagungan beliau.
Di antara para tokoh ulama yang memberikan persaksian terhadap beliau adalah;
1. Abu Bakar ibnu Khuzaimah telah memberikan kesaksian terhadap Imam Bukhari dengan mengatakan: “Di kolong langit ini tidak ada orang yang lebih mengetahui hadits dari Muhammad bin Isma’il.”
2. ‘Abdan bin ‘Utsman Al Marwazi berkata; ‘aku tidak pernah melihat dengan kedua mataku, seorang pemuda yang lebih mendapat bashirah dari pemuda ini.’ Saat itu telunjuknya diarahkan kepada Bukhari
3. Qutaibah bin Sa’id menuturkan; ‘aku duduk bermajelis dengan para ahli fikih, orang-orang zuhud dan ahli ibadah, tetapi aku tidak pernah melihat semenjak aku dapat mencerna ilmu orng yang seperti Muhammad bin Isma’il. Dia adalah sosok pada zamannya seperti ‘Umar di kalangan para sahabat. Dan dia berkata; ‘ kalau seandainya Muhammad bin Isma’il adalah seorang sahabat maka dia merupakan ayat.
4. Ahmad bin Hambal berkata; Khurasan tidak pernah melahirkan orang yang seperti Muhammad bin Isma’il.
5. Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Ibnu Numair menuturkan; kami tidak pernah melihat orang yang seperti Muhammad bin Ism’ail
6. Bundar berkata; belum ada seorang lelaki yang memasuki Bashrah lebih mengetahui terhadap hadits dari saudara kami Abu Abdillah.
7. Abu Hatim ar-Razi berkata: “Khurasan belum pernah melahirkan seorang putra yang hafal hadits melebihi Muhammad bin Isma’il, juga belum pernah ada orang yang pergi dari kota tersebut menuju Irak yang melebihi kealimannya.”
8. Muslim (pengarang kitab Sahih) berkata ketika Bukhari menyingkap satu cacat hadits yang tidak di ketahuinya; “Biarkan saya mencium kedua kaki anda, wahai gurunya para guru dan pemimpin para ahli hadits, dan dokter hadits dalam masalah ilat hadits.”
9. al-Hafiz Ibn Hajar yang menyatakan: “Andaikan pintu pujian dan sanjungan kepada Bukhari masih terbuka bagi generasi sesudahnya, tentu habislah semua kertas dan nafas. Ia bagaikan lautan tak bertepi.”
Hasil karya beliau
Di antara hasil karya Imam Bukhari adalah sebagai berikut :
• Al Jami’ as Sahih (Sahih Bukhari)
• Al Adab al Mufrad.
• At Tarikh ash Shaghir.
• At Tarikh al Awsath.
• At Tarikh al Kabir.
• At Tafsir al Kabir.
• Al Musnad al Kabir.
• Kitab al ‘Ilal.
• Raf’ul Yadain fi ash Shalah.
• Birru al Walidain.
• Kitab al Asyribah.
• Al Qira`ah Khalfa al Imam.
• Kitab ad Dlu’afa.
• Usami ash Shahabah.
• Kitab al Kuna.
• Al Hbbah
• Al Wihdan
• Al Fawa`id
• Qadlaya ash Shahabah wa at Tabi’in
• Masyiikhah
Wafat Beliau
Imam Bukhari keluar menuju Samarkand, Tiba di Khartand, sebuah desa kecil sebelum Samarkand, ia singgah untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya beliau meninggal pada hari sabtu tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Semoga Allah selalu merahmatinya dan ridla kepadanya.

BIOGRAFI IMAM MUSLIM
Pertumbuhan beliau
Nama: Muslim bin al Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi
Kuniyah beliau: Abdul Husain
Nasab beliau:
1. Al Qusyairi; merupakan nisbah kepada Qabilah afiliasi beliau, ada yang mengatakan bahwa Al Qusyairi merupakan orang arab asli, dan ada juga yang berpendapat bahwa nisbah kepada Qusyair merupakan nisbah perwalian saja
2. An Naisaburi; merupakan nisbah yang di tujukan kepada negri tempat beliau tinggal, yaitu Naisabur. Satu kota besar yang terletak di daerah Khurasan
Tanggal lahir: para ulama tidak bisa memastikan tahun kelahiran beliau, sehingga sebagian mereka ada yang berpendapat bahwa tahun kelahirannya adalah tahun 204 Hijriah, dan ada juga yang berpendapat bahwa kelahiran beliau pada tahun 206 Hijriah.
Ciri-ciri beliau: beliau mempunyai perawakan yang tegap, berambut dan berjenggot putih, menjuntaikan ujung ‘imamahnya diantara dua punggungnya.
Aktifitas beliau dalam menimba ilmu
Sesungguhnya lingkungan tempat tumbuh imam Muslim memberikan peluang yang sangat luas untuk menuntut ilmu yang bermanfa’at, karena Naisabur merupakan negri hidup yang penuh dengan peninggalan ilmu dari pemilik syari’at.
Semua itu terjadi karena banyaknya orang-orang yang sibuk untuk memperoleh ilmu dan mentransfer ilmu, maka besar kemungkinan bagi orang yang terlahir di lingkungan masyarakat seperti ini akan tumbuh dengan ilmu juga. Adanya kesempatan yang terpampang luas di hadapan Imam Muslim kecil untuk memetik dari buah-buah ilmu syariat tidak di sia-siakannya.
Maka dia mendengar hadits di negrinya tinggal pada tahun 218 Hijriah dari gurunya Yahya bin Yahya At Tamimi, pada saat itu umurnya menginjak empat belas tahun.
Dan bisa juga orang tuanya serta keluarganya mempunyai andil dalam memotifasinya untuk menuntut ilmu. Para ulama telah menceritakan bahwa orang tuanya, Al Hajaj adalah dari kalangan masyayikh, yaitu termasuk dari kalangan orang yang memperhatikan ilmu dan berusaha untuk memperolehnya.
Muslim mempunyai kesempatan untuk mengadakan perjalanan hajinya pada tahun 220 Hijriah. Pada saat keluar itu dia mendengar hadits dari beberapa ahli hadits, kemudian dia segera kembali ke negrinya Naisabur.
Rihlah beliau
Rihlah dalam rangka menuntut hadits merupakan syi’ar ahlul hadits pada abad-abad pertama, karena terpencarnya para pengusung sunnah dan atsar di berbagai belahan negri Islam yang sangat luas. Maka Imam Muslim pun tidak ketinggalan dengan meniti jalan pakar disiplin ilmu ini, dan beliau pun tidak ketinggalan dalam ambil bagian, karena dalam sejarah beliau tertulis rihlah ilmiahnya, diantaranya;
Rihlah pertama; rihlah beliau untuk menunaikan ibadah haji pada tahun 220 hijriah, pada saat dia masih muda belia, pada saat itu beliau berjumpa dengan syaikhnya, Abdullah bin Maslamah al Qa’nabi di Makkah, dan mendengar hadits darinya, sebagaimana beliau juga mendengar hadits dari Ahmad binYunus dan beberapa ulama hadits yang lainnya ketika di tengah perjalanan di daerah Kufah. Kemudian kembali lagi ke negrinya dan tidak memperpanjang rihlahnya pada saat itu.
Rihlah kedua; rihlah kedua ini begitu panjang dan lebih menjelajah kenegri Islam lainnya. Rihlah ini di mulai sebelum tahun 230 Hijriah. Beliau berkeliling dan memperbanyak mendengar hadits, sehingga beliau mendengar dari bayak ahli hadits, dan mengantarkan beliau kepada derajat seorang imam dan kemajuan di bidang ilmu hadits.
Beberapa negri yang beliau masuki, di antaranya;
1. Khurasan dan daerah sekitarnya
2. Ar Ray
3. Iraq; beliau memasuki Kufah, Bashrah dan Baghdad.
4. Hijaz; memasuki Makkah dan Madinah
5. Asy Syam
6. Mesir
Guru-guru beliau
Perjalanan ilmiah yang dilakukan imam Muslim menyebabkan dirinya mempunyai banyak guru dari kalangan ahlul hadits. Al Hafizh Adz Dzahabi telah menghitung jumlah guru yang diambil riwayatnya oleh imam Muslim dan dicantumkan di dalam kitab shahihnya, dan jumlah mereka mencapai 220 orang, dan masih ada lagi selain mereka yang tidak di cantumkan di dalam kitab shahihnya
Di antara guru-guru beliau yang paling mencolok adalah;
1. Abdullah bin Maslamah Al Qa’nabi, guru beliau yang paling tua
2. Al Imam Muhammad bin Isma’il Al Bukhari
3. Al Imam Ahmad bin Hambal
4. Al Imam Ishaq bin Rahuyah al Faqih al Mujtahid Al Hafizh
5. Yahya bin Ma’in, imam jarhu wa ta’dil
6. Ishaq bin Manshur al Kausaj
7. Abu Bakar bin Abi Syaibah, penulis buku al Mushannaf
8. Abdullah bin Abdurrahman Ad Darimi
9. Abu Kuraib Muhammad bin Al ‘Alaa`
10. Muhammad bin Abdullah bin Numair
11. Abd bin Hamid
Murid-murid beliau
Al Imam Muslim sibuk menyebarkan ilmunya di negrinya dan negri-negri Islam lainnya, baik dengan pena maupun dengan lisannya, maka beliau pun tidak terlepas untuk mendektekan hadits dan meriwayatkannya, sehingga banyak sekali para penuntut ilmu mengambil ilmu dari beliau.
Di antara murid-murid beliau antara lain;
1. Muhammad bin Abdul wahhab al Farra`
2. Abu Hatim Muhammad bin Idris ar Razi
3. Abu Bakar Muhammad bin An Nadlr bin Salamah al Jarudi
4. Ali bin Al Husain bin al Junaid ar Razi
5. Shalih bin Muhammad Jazrah
6. Abu Isa at Tirmidzi
7. Ibrahim bin Abu Thalib
8. Ahmad bin Salamah An Naisaburi
9. Abu Bakar bin Khuzaimah
10. Makki bin ‘Abdan
11. Abdurrahman bin Abu Hatim ar Razi
12. Abu Hamid Ahmad bin Muhammad bin Asy Syarqi
13. Abu Awanah al-Isfarayini
14. Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan al Faqih az Zahid.
Persaksian para ulama terhadap beliau
1. Ishak bin Mansur al Kausaj pernah berkata kepada imam Muslim: “sekali-kali kami tidak akan kehilangan kebaikan selama Allah menetapkan engkau bagi kaum muslimin.”
2. Muhammad bin Basysyar Bundar berkata; “huffazh dunia itu ada empat; Abu Zur’ah di ar Ray, Muslim di An Naisabur, Abdullah Ad Darimi di Samarkand, dan Muhammad bin Isma’il di Bukhara.”
3. Muhammad bin Abdul Wahhab Al Farra` berkata; “(Muslim) merupakan ulama manusia, lumbung ilmu, dan aku tidak mengetahuinya kecuali kebaikan.”
4. Ahmad bin Salamah An Naisaburi menuturkan; “Saya me¬lihat Abu Zur’ah dan Abu Hatim selalu mengutamakan Muslim bin al-Hajjaj dalam perkara hadits shahih ketimbang para masyayikh zaman keduanya.
5. Ibnu Abi Hatim mengatakan: ” Saya menulis hadits darinya di Ray, dan dia merupakan orang yang tsiqah dari kalangan huffazh, memiliki pengetahuan yang mendalam dalam masalah hadits. Ketika ayahku di Tanya tentang dia, maka dia menjawab; (Muslim) Shaduuq.”
6. Maslamah bin Qasim al Andalusi berkata; ” tsiqah, mempunyai kedudukan yang agung, termasuk dari kalangan para imam.”
7. Abu Ya’la Al Khalili berkata; “dia sangat familier sekali untuk di sebutkan keutamaannya.”
8. Al Khatib Al Baghdadi berkata; “(dia) merupakan salah seorang a`immah dan penghafal hadits.”
9. As Sam’ani menuturkan; “termasuk salah seorang imam dunia.”
10. Ibnul Atsir berkata; “termasuk salah seorang dari para imam penghafal hadits.”
11. Ibnu Katsir berkata; “termasuk salah seorang dari para imam penghafal hadits.”
12. Adz Dzahabi berkata; ” Imam besar, hafizh lagi mumpuni, hujah serta orang yang jujur.”
Hasil karya beliau
Imam Muslim mempunyai hasil karya dalam bidang ilmu hadits yang jumlahnya cukup banyak. Di antaranya ada yang sampai kepada kita dan sebagian lagi ada yang tidak sampai.
Adapun hasil karya beliau yang sampai kepada kita adalah;
1. Al Jami’ ash Shahih
2. Al Kuna wa Al Asma’
3. Al Munfaridaat wa al wildan
4. Ath Thabaqaat
5. Rijalu ‘Urwah bin Az Zubair
6. At Tamyiz
Sedangkan hasil karya beliau yang tidak sampai kepada kita adalah;
1. Al Musnad al Kabir ‘Ala ar Rijal
2. Al Jami’ al Kabir
3. Al ‘Ilal
4. Al Afraad
5. Al Aqraan
6. Su’alaat Muslim
7. Hadits ‘Amru bin Syu’aib
8. Al Intifaa’ bi`ahabbi as sibaa’
9. Masyayikhu Malik
10. Masyayikhu Ats Tsauri
11. Masyayikhu Syu’bah
12. Man laisa lahu illa raawin waahid
13. Kitab al Mukhadldlramin
14. Awladu ash shahabah
15. Dzikru awhaami al Muhadditsin
16. Afraadu Asy Syamiyyin
Wafatnya beliau
Imam Muslim wafat pada hari Ahad sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad, salah satu daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H bertepatan dengan 5 Mei 875. dalam usia beliau 55 tahun.
BIOGRAFI IMAM ABU DAUD
Pertumbuhan beliau
Nama:
• Menurut Abdurrahman bin Abi Hatim, bahwa nama Abu Daud adalah Sulaiman bin al Asy’ats bin Syadad bin ‘Amru bin ‘Amir.
• Menurut Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Hasyimi; Sulaiman bin al Asy’ats bin Basyar bin Syadad.
Ibnu Dasah dan Abu ‘Ubaid Al Ajuri berkata; Sulaiman bin al Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin Syadad. Pendapat ini di perkuat oleh Abu Bakr Al Khathib di dalam Tarikhnya. Dan dia dalam bukunya menambahi dengan; Ibnu ‘Amru bin ‘Imran al Imam, Syaikh as Sunnah, Muqaddimu al huffazh, Abu Daud al-azadi as-Sajastani, muhaddits Bashrah.
Nasab beliau:
Al Azadi, yaitu nisbat kepada Azd yaitu qabilah terkenal yang ada di daerah Yaman.
Sedangkan as-Sijistani, ada beberapa pendapat dalam nisbah ini, di antaranya:
Ada yang berpendapat bahwasan as Sijistani merupakan nisbah kepada daerah Sijistan, yaitu daerah terkenal. Ada juga yang berpendapat bahwa as sijistani merupakan nisbah kepada sijistan atau sijistanah yaitu suatu kampung yang ada di Bashrah. Tetapi menurut Muhammad bin Abi An Nashr bahwasannya di Bashrah tidak ada perkampung yang bernama as-Sijistan. Namun pendapat ini di bantah bahwa di dekat daerah Ahwaz ada daerah yang disebut dengan Sijistan
As Sam’ani mengutip satu pendapat bahwa as-sijistan merupakan nisbah kepada sijistan, yaitu salah suatu daerah terkenal yang terletak di kawasan Kabul
Abdul Aziz menyebutkan bahwasannya sijistan merupakan nisbah kepada Sistan, yaitu daerah terkenal yang sekarang ada di Negri Afganistan.
Tanggal lahir:
Tidak ada ulama yang menyebutkan tanggal dan bulan kelahiran beliau, kebanyakan refrensi menyebutkan tahun kelahirannya. Beliau dilahirkan pada tahun 202 H. disandarkan kepada keterangan dari murid beliau, Abu Ubaid Al Ajuri ketika beliau wafat, dia berkata: aku mendengar Abu Daud berkata : ?¢â‚¬?“Aku dilahirkan pada tahun 202 Hijriah”
Aktifitas beliau dalam menimba ilmu
Ketika menelisik biografi imam Abu Daud, akan muncul paradigma bahwasanya beliau semenjak kecil memiliki keahlian untuk menimba ilmu yang bermanfaat. Semua itu ditunjang dengan adanya keutamaan yang telah di anugerahkan Allah kepadanya berupa kecerdasan, kepandaian dan kejeniusan, disamping itu juga adanya masyarakat sekelilingnya yang mempunyai andil besar dalam menimba ilmu.
Dia semenjak kecil memfokuskan diri untuk belajar ilmu hadits, maka kesempatan itu dia gunakan untuk mendengarkan hadits di negrinya Sijistan dan sekitarnya. Kemudian dia memulai rihlah ilmiahnya ketika menginjak umur delapan belas tahun.
Dia merupakan sosok ulama yang sering berkeliling mencari hadits ke berbagai belahan negri Islam, banyak mendengar hadits dari berbagai ulama, maka tak heran jika dia dapat menulis dan menghafal hadits dengan jumlah besar yaitu setengah juta atau bahkan lebih dari itu. Hal ini merupakan modal besar bagi berbagai karya tulis beliau yang tersebar setelah itu keberbagai pelosok negri islam, dan menjadi sandaran dalam perkembangan keilmuan baik hadits maupun disiplin ilmu lainnya.
Rihlah beliau
Iman Abu Daud adalah salah satu Iman yang sering berkeliling mencari hadits ke negri-negri Islam yang ditempati para Kibarul Muhadditsin, beliau mencontoh para syaikhnya terdahulu dalam rangka menuntut ilmu dan mengejar hadits yang tersebar di berbagai daerah yang berada di dada orang-orang tsiqat dan Amanah. Dengan motivasi dan semangat yang tinggi serta kecintaan beliau sejak kecil terhadap ilmu-ilmu hadits, maka beliau mengadakan perjalanan (Rihlah) dalam mencari ilmu sebelum genap berusia 18 tahun.
Adapun negri-negri islam yang beliau kunjungi adalah;
1. Iraq; Baghdad merupakan daerah islam yang pertama kali beliau masuki, yaitu pada tahun 220 hijriah
2. Kufah; beliau kunjungi pada tahun 221 hijriah.
3. Bashrah; beliau tinggal disana dan banyak mendengar hadits di sana, kemudian keluar dari sana dan kembali lagi setelah itu.
4. Syam; Damsyiq, Himsh dan Halb.
5. AL Jazirah; masuk ke daerah Haran, dan mendengar hadits dari penduduknya.
6. Hijaz; mendengar hadits dari penduduk Makkah, kemungkinan besar saat itu perjalanan beliau ketika hendak menunaikan ibadah haji.
7. Mesir
8. Khurasan; Naisabur dan Harrah, dan mendengar hadits dari penduduk Baghlan.
9. Ar Ray
10. Sijistan; tempat tinggal asal beliau, kelaur dari sana kemudian kembali lagi, kemudian keluar menuju ke Bashrah.
Guru-guru beliau
Di antara guru beliau yang terdapat di dalam sunannya adalah;
1. Ahmad bin Muhammmad bin Hanbal as Syaibani al Bagdadi
2. Yahya bin Ma’in Abu Zakariya
3. Ishaq binIbrahin bin Rahuyah abu ya’qub al Hanzhali
4. Utsman bin Muhammad bin abi Syaibah abu al Hasan al Abasi al Kufi.
5. Muslim bin Ibrahim al Azdi
6. Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab al Qa’nabi al Harits al Madani
7. Musaddad bin Musarhad bin Musarbal
8. Musa bin Ismail at Tamimi.
9. Muhammad bin Basar.
10. Zuhair bin Harbi (Abu Khaitsamah)
11. Umar bin Khaththab as Sijistani.
12. Ali bin Al Madini
13. Ash Shalih abu sarri (Hannad bin sarri).
14. Qutaibah bin Sa’id bin Jamil al Baghlani
15. Muhammad bin Yahya Adz Dzuhli
Dan masih banyak yang lainnya .
Murid-murid beliau
Diantara murid-murid beliau, antara lain;
1. Imam Abu ‘Isa at Tirmidzi
2. Imam Nasa’i
3. Abu Ubaid Al Ajuri
4. Abu Thayyib Ahmad bin Ibrahim Al Baghdadi (Perawi sunan Abi Daud dari beliau).
5. Abu ‘Amru Ahmad bin Ali Al Bashri (perawi kitab sunan dari beliau).
6. Abu Bakar Ahmad bin Muhammad Al Khallal Al Faqih.
7. Isma’il bin Muhammad Ash Shafar.
8. Abu Bakr bin Abi Daud (anak beliau).
9. Zakaria bin Yahya As Saaji.
10. Abu Bakar bin Abi Dunya.
11. Ahmad bin Sulaiman An Najjar (perawi kitab Nasikh wal Mansukh dari beliau).
12. Ali bin Hasan bin Al ‘Abd Al Anshari (perawi sunsn dari beliau).
13. Muhammad bin Bakr bin Daasah At Tammaar (perawi sunan dari beliau).
14. Abu ‘Ali Muhammad bin Ahmad Al Lu’lu’i (perawi sunan dari beliau).
15. Muhammad bin Ahmad bin Ya’qub Al Matutsi Al Bashri (perawi kitab Al Qadar dari beliau).
Persaksian para ulama terhadap beliau
Banyak sekali pujian dan sanjungan dari tokoh-tokoh terkemuka kalangan imam dan ulama hadits dan disiplin ilmu lainnya yang mengalir kepada imam Abu Daud Rahimahullah, diantaranya adalah;
1. Abdurrahman bin Abi Hatim berkata : Abu daud Tsiqah
2. Imam Abu Bakr Al Khallal berkata: Imam Abu Daud adalah imam yang dikedepankan pada zamannya.
3. Ibnu Hibban berkata: Abu Daud merupakan salah satu imam dunia dalam bidang ilmu dan fiqih.
4. Musa bin Harun menuturkan: Abu Daud diciptakan di dunia untuk hadits dan di akhirat untuk Syurga, dan aku tidak melihat seorangpun lebih utama daripada dirinya.
5. Al Hakim berkata: Abu Daud adalah imam bidang hadits di zamannya tanpa ada keraguan.
6. Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An Nawawi menuturkan: Para ulama telah sepakat memuji Abu Daud dan mensifatinya dengan ilmu yang banyak, kekuatan hafalan, wara’, agama (kesholehan) dan kuat pemahamannya dalam hadits dan yang lainnya.
7. Abu Bakr Ash Shaghani berkata: Hadits dilunakkan bagi Abi Daud sebagaimana besi dilunakkan bagi Nabi Daud.
8. Adz Dzahabi menuturkan:Abu Daud dengan keimamannya dalam hadits dan ilmu-ilmu yang lainnya,termasuk dari ahli fiqih yang besar,maka kitabnya As Sunan telah jelas menunjukkan hal tersebut.
Sifat kitab sunan Abi Daud
Imam Abu Daud menyusun kitabnya di Baghdad. Prioritas penysusnan kitabnya adalah masalah hukum, jadi kumpulan haditsnya lebih terfokus kepada hadits tentang hukum. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh as Suyuthi bahwasannya Abu Daud hanya membatasi dalam bukunya pada hadits-hadits yang berkaitan dengan hukum saja.
Abu Bakar bin Dasah menuturkan; aku mendengar Abu Daud berkata: Aku menulis dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak lima ratus ribu hadits, kemudian aku pilah-pilah dari hadits-hadits tersebut dan aku kumpulkan serta aku letakkan dalam kitabku ini sebanyak empat ribu delapan ratus Hadits. Aku sebutkan yang shahih, yang serupa dengannya dan yang mendekati kepada ke shahihan. Cukuplah bagi seseorang untuk menjaga agamanya dengan berpegangan terhadap empat hadits, yaitu; yang pertama;’segala perbuatan harus di sertai dengan niat,’ yang kedua; ‘indikasi baik islamnya seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya.’ Yang ketiga; ‘tidaklah seorang mu’min menjadi mu’min yang hakiki, sehingga dia rela untuk saudaranya sebagaimana dia rela untuk dirinya sendiri.’ Dan yang kelima; ‘yang halal itu sudah jelas..’
Hasil karya beliau
Adapun hasil karya beliau yang sampai kepada kita adalah;
1. As Sunan
2. Al marasil
3. Al Masa’il
4. Ijabaatuhu ‘an su’alaati Abi ‘Ubaid al Ajuri
5. Risalatuhu ila ahli Makkah
6. Tasmiyyatu al Ikhwah alladziina rowaa ‘anhum al hadits
7. Kitab az zuhd
Adapun kitab beliau yang hilang dari peredaran adalah;
1. Ar Radd ‘ala ahli al qadar
2. An Nasikh wal Mansukh
3. At Tafarrud
4. Fadla’ilu al anshar
5. Musnad Hadits Malik
6. Dala’ilu an nubuwwah
7. Ad du’aa’
8. Ibtidaa’u al wahyi
9. Akhbaru al Khawarij
10. Ma’rifatu al awqaat
Wafatnya beliau
Abu ‘Ubaid al Ajuri menuturkan; ‘Imam abu daud meninggal pada hari jum’at tanggal 16 bulan syawwal tahun 275 hijriah, berumur 73 tahun. Beliau meninggal di Busrah. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmatNya dan meridlai beliau
BIOGRAFI IMAM TIRMIDZI
Pertumbuhan beliau
Nama: Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin adl Dlahhak
Kunyah beliau: Abu ‘Isa
Nasab beliau:
1. As Sulami; yaitu nisbah kepada satu kabilah yang yang di jadikan sebagai afiliasi beliau, dan nisbah ini merupakan nisbah kearaban
2. At Tirmidzi; nisbah kepada negri tempat beliau di lahirkan (Tirmidz), yaitu satu kota yang terletak di arah selatan dari sungai Jaihun, bagian selatan Iran.
Tanggal lahir: para pakar sejarah tidak menyebutkan tahun kelahiran beliau secara pasti, akan tetapi sebagian yang lain memperkirakan bahwa kelahiran beliau pada tahun 209 hijriah. Sedang Adz Dzahabi berpendapat dalam kisaran tahun 210 hijriah.
Ada satu berita yang mengatakan bahwa imam At Tirmidzi di lahirkan dalam keadaan buta, padahal berita yang akurat adalah, bahwa beliau mengalami kebutaan di masa tua, setelah mengadakan lawatan ilmiah dan penulisan beliau terhadap ilmu yang beliau miliki.
Beliau tumbuh di daerah Tirmidz, mendengar ilmu di daerah ini sebelum memulai rihlah ilmiah beliau. Dan beliau pernah menceritakan bahwa kakeknya adalah orang marwa, kemudian berpindah dari Marwa menuju ke tirmidz, dengan ini menunjukkan bahwa beliau lahir di Tirmidzi.
Aktifitas beliau dalam menimba ilmu
Berbagai literatur-literatur yang ada tidak menyebutkan dengan pasti kapan imam Tirmidzi memulai mencari ilmu, akan tetapi yang tersirat ketika kita memperhatikan biografi beliau, bahwa beliau memulai aktifitas mencari ilmunya setelah menginjak usia dua puluh tahun.
Maka dengan demikian, beliau kehilangan kesempatan untuk mendengar hadits dari sejumlah tokoh-tokoh ulama hadits yang kenamaan, meski tahun periode beliau memungkinkan untuk mendengar hadits dari mereka, tetapi beliau mendengar hadits mereka melalui perantara orang lain. Yang nampak adalah bahwa beliau memulai rihlah pada tahun 234 hijriah.
Beliau memiliki kelebihan; hafalan yang begitu kuat dan otak encer yang cepat menangkap pelajaran. Sebagai permisalan yang dapat menggambarkan kecerdasan dan kekuatan hafalan beliau adalah, satu kisah perjalan beliau meuju Makkah, yaitu;
“Pada saat aku dalam perjalanan menuju Makkah, ketika itu aku telah menulis dua jilid berisi hadits-hadits yang berasal dari seorang syaikh. Kebetulan Syaikh tersebut berpapasan dengan kami. Maka aku bertanya kepadanya, dan saat itu aku mengira bahwa “dua jilid kitab” yang aku tulis itu bersamaku. Tetapi yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang masih putih bersih belum ada tulisannya. aku memohon kepadanya untuk menperdengarkan hadits kepadaku, dan ia mengabulkan permohonanku itu. Kemudian ia membacakan hadits dari lafazhnya kepadaku. Di sela-sela pembacaan itu ia melihat kepadaku dan melihat bahwa kertas yang kupegang putih bersih. Maka dia menegurku: ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ maka aku pun memberitahukan kepadanya perkaraku, dan aku berkata; “aku telah mengahafal semuanya.” Maka syaikh tersebut berkata; ‘bacalah!’. Maka aku pun membacakan kepadanya seluruhnya, tetapi dia tidak mempercayaiku, maka dia bertanya: ‘Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku. Kemudian aku meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadits, lalu berkata: ‘Coba ulangi apa yang kubacakan tadi,’ Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai tanpa salah satu huruf pun.”
Rihlah beliau
Imam At Tirmidzi keluar dari negrinya menuju ke Khurasan, Iraq dan Haramain dalam rangka menuntut ilmu. Di sana beliau mendengar ilmu dari kalangan ulama yang beliau temui, sehingga dapat mengumpulkan hadits dan memahaminya. Akan tetapi sangat di sayangkan beliau tidak masuk ke daerah Syam dan Mesir, sehingga hadits-hadits yang beliau riwayatkan dari ulama kalangan Syam dan Mesir harus melalui perantara, kalau sekiranya beliau mengadakan perjalanan ke Syam dan Mesir, niscaya beliau akan mendengar langsung dari ulama-ulama tersebut, seperti Hisyam bin ‘Ammar dan semisalnya.
Para pakar sejarah berbeda pendapat tentang masuknya imam At Tirmidzi ke daerah Baghdad, sehingga mereka berkata; “kalau sekiranya dia masuk ke Baghdad, niscaya dia akan mendengar dari Ahmad bin Hanbal. Al Khathib tidak menyebutkan at Timidzi (masuk ke Baghdad) di dalam tarikhnya, sedangkan Ibnu Nuqthah dan yang lainnya menyebutkan bahwa beliau masuk ke Baghdad. Ibnu Nuqthah menyebutkan bahwasanya beliau pernah mendengar di Baghdad dari beberapa ulama, diantaranya adalah; Al Hasan bin AshShabbah, Ahmad bin Mani’ dan Muhammad bin Ishaq Ash shaghani.
Dengan ini bisa di prediksi bahwa beliau masuk ke Baghdad setelah meninggalnya Imam Ahmad bin Hanbal, dan ulama-ulama yang di sebutkan oleh Ibnu Nuqthah meninggal setelah imam Ahmad. Sedangkan pendapat Al Khathib yang tidak menyebutkannya, itu tidak berarti bahwa beliau tidak pernah memasuki kota Baghdad sama sekali, sebab banyak sekali dari kalangan ulama yang tidak di sebutkan Al Khathib di dalam tarikhnya, padahal mereka memasuki Baghdad.
Setelah pengembaraannya, imam At Tirmidzi kembali ke negrinya, kemudian beliau masuk Bukhara dan Naisapur, dan beliau tinggal di Bukhara beberapa saat.
Negri-negri yang pernah beliau masuki adalah;
1. Khurasan
2. Bashrah
3. Kufah
4. Wasith
5. Baghdad
6. Makkah
7. Madinah
8. Ar Ray
Guru-guru beliau
Imam at Tirmidzi menuntut ilmu dan meriwayatkan hadits dari ulama-ulama kenamaan. Di antara mereka adalah
1. Qutaibah bin Sa’id
2. Ishaq bin Rahuyah
3. Muhammad bin ‘Amru As Sawwaq al Balkhi
4. Mahmud bin Ghailan
5. Isma’il bin Musa al Fazari
6. Ahmad bin Mani’
7. Abu Mush’ab Az Zuhri
8. Basyr bin Mu’adz al Aqadi
9. Al Hasan bin Ahmad bin Abi Syu’aib
10. Abi ‘Ammar Al Husain bin Harits
11. Abdullah bin Mu’awiyyah al Jumahi
12. ‘Abdul Jabbar bin al ‘Ala`
13. Abu Kuraib
14. ‘Ali bin Hujr
15. ‘Ali bin sa’id bin Masruq al Kindi
16. ‘Amru bin ‘Ali al Fallas
17. ‘Imran bin Musa al Qazzaz
18. Muhammad bin aban al Mustamli
19. Muhammad bin Humaid Ar Razi
20. Muhammad bin ‘Abdul A’la
21. Muhammad bin Rafi’
22. Imam Bukhari
23. Imam Muslim
24. Abu Dawud
25. Muhammad bin Yahya al ‘Adani
26. Hannad bin as Sari
27. Yahya bin Aktsum
28. Yahya bun Hubaib
29. Muhammad bin ‘Abdul Malik bin Abi Asy Syawarib
30. Suwaid bin Nashr al Marwazi
31. Ishaq bin Musa Al Khathami
32. Harun al Hammal.
Dan yang lainnya
Murid-murid beliau
Kumpulan hadits dan ilmu-ilmu yang di miliki imam Tirmidzi banyak yang meriwayatkan, diantaranya adalah;
1. Abu Bakr Ahmad bin Isma’il As Samarqandi
2. Abu Hamid Abdullah bin Daud Al Marwazi
3. Ahmad bin ‘Ali bin Hasnuyah al Muqri`
4. Ahmad bin Yusuf An Nasafi
5. Ahmad bin Hamduyah an Nasafi
6. Al Husain bin Yusuf Al Farabri
7. Hammad bin Syair Al Warraq
8. Daud bin Nashr bin Suhail Al Bazdawi
9. Ar Rabi’ bin Hayyan Al Bahili
10. Abdullah bin Nashr saudara Al Bazdawi
11. ‘Abd bin Muhammad bin Mahmud An Safi
12. ‘Ali bin ‘Umar bin Kultsum as Samarqandi
13. Al Fadhl bin ‘Ammar Ash Sharram
14. Abu al ‘Abbas Muhammad bin Ahmad bin Mahbub
15. Abu Ja’far Muhammad bin Ahmad An Nasafi
16. Abu Ja’far Muhammad bin sufyan bin An Nadlr An Nasafi al Amin
17. Muhammad bin Muhammad bin Yahya Al Harawi al Qirab
18. Muhammad bin Mahmud bin ‘Ambar An Nasafi
19. Muhammad bin Makki bin Nuh An Nasafai
20. Musbih bin Abi Musa Al Kajiri
21. Makhul bin al Fadhl An Nasafi
22. Makki bin Nuh
23. Nashr bin Muhammad biA Sabrah
24. Al Haitsam bin Kulaib
Dan yang lainnya.
Persaksian para ulama terhadap beliau
Persaksian para ulama terhadap keilmuan dan kecerdasan imam Tirmidzi sangatlah banyak, diantaranya adalah;
1. Imam Bukhari berkata kepada imam At Tirmidzi; “ilmu yang aku ambil manfaatnya darimu itu lebih banyak ketimbang ilmu yang engkau ambil manfaatnya dariku.”
2. Al Hafiz ‘Umar bin ‘Alak menuturkan; “Bukhari meninggal, dan dia tidak meninggalkan di Khurasan orang yang seperti Abu ‘Isa dalam hal ilmu, hafalan, wara’ dan zuhud.”
3. Ibnu Hibban menuturkan; “Abu ‘Isa adalah sosok ulama yang mengumpulkan hadits, membukukan, menghafal dan mengadakan diskusi dalam hal hadits.”
4. Abu Ya’la al Khalili menuturkan; “Muhammad bin ‘Isa at Tirmidzi adalah seorang yang tsiqah menurut kesepatan para ulama, terkenal dengan amanah dandan keilmuannya.”
5. Abu Sa’d al Idrisi menuturkan; “Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam yang di ikuti dalam hal ilmu hadits, beliau telah menyusun kitab al jami’, tarikh dan ‘ilal dengan cara yang menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang alim yang kapabel. Beliau adalah seorang ulama yang menjadi contoh dalam hal hafalan.”
6. Al Mubarak bin al Atsram menuturkan; “Imam Tirmidzi merupakan salah seorang imam hafizh dan tokoh.”
7. Al Hafizh al Mizzi menuturkan; “Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam yang menonjol, dan termasuk orang yang Allah jadikan kaum muslimin mengambil manfaat darinya.
8. Adz Dzahabi menuturkan; “Imam Tirmidzi adalah seorang hafizh, alim, imam yang kapabel
9. Ibnu Katsir menuturkan: “Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam dalam bidangnya pada zaman beliau.”
Keteledoran Ibnu Hazm;
Dalam hal ini Ibnu Hazm melakukan kesalahan yang sangat fatal, sebab dia mengira bahwa At Tirmidzi adalah seorang yang tidak dikenal, maka serta merta para ulama membantah setatemennya ini, mereka berkata; “Ibnu Hazm telah menghukumi dirinya sendiri dengan keminimannya dalam hal penelaahan, sebenarnya kapabalitas Imam Tirmidzi tidak terpengaruh sekali dengan statemen Ibnu Hazm tersebut, bahkan kapabilitas Ibnu Hazm sendiri yang menjadi tercoreng karena dia tidak mengenali seorang imam yang telah tersebar kemampuannya. Dan ini bukan pertama kali kesalahan yang dia lakukan, sebab banyak dari kalangan ulama hafizh lagi tsiqah yang terkenal yang tidak dia ketahui.”
Semua ini kami paparkan dengan tidak sedikitpun mengurangi rasa hormat dan pengakuan kami terhadap keutamaan dan keilmuannya, akan tetapi agar tidak terpedaya dengan statemen-statemen yang nyeleneh darinya.
Hasil karya beliau
Imam Tirmizi menitipkan ilmunya di dalam hasil karya beliau, diantara buku-buku beliau ada yang sampai kepada kita dan ada juga yang tidak sampai. Di antara hasil karya beliau yang sampai kepada kita adalah:
1. Kitab Al Jami’, terkenal dengan sebutan Sunan at Tirmidzi.
2. Kitab Al ‘Ilal
3. Kitab Asy Syama’il an Nabawiyyah.
4. Kitab Tasmiyyatu ashhabi rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adapun karangan beliau yang tidak sampai kepada kita adalah;
1. Kitab At-Tarikh.
2. Kitab Az Zuhd.
3. Kitab Al Asma’ wa al kuna.
Wafatnya beliau:
Di akhir kehidupannya, imam at Tirmidzi mengalami kebutaan, beberapa tahun beliau hidup sebagai tuna netra, setelah itu imam atTirmidzi meninggal dunia. Beliau wafat di Tirmidz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H bertepatan dengan 8 Oktober 892, dalam usia beliau pada saat itu 70 tahun.
BIOGRAFI IMAM NASA’I
Pertumbuhan beliau
Nama: Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr
Kuniyah beliau: Abu Abdirrahman
Nasab beliau: An Nasa`i dan An Nasawi, yaitu nisbah kepada negri asal beliau, tempat beliau di lahirkan. Satu kota bagian dari Khurasan.
Tanggal lahir: tahun 215 hijriah
Sifat-sifat beliau: An Nasa`i merupakan seorang lelaki yang ganteng, berwajah bersih dan segar, wajahnya seakan-akan lampu yang menyala. Beliau adalah sosok yang karismatik dan tenang, berpenampilan yang sangat menarik.
Kondisi itu karena beberapa faktor, diantaranya; dia sangat memperhatikan keseimbangan dirinya dari segi makanan, pakaian, dan kesenangan, minum sari buah yang halal dan banyak makan ayam.
Aktifitas beliau dalam menimba ilmu
Imam Nasa`i memulai menuntut ilmu lebih dini, karena beliau mengadakan perjalanan ke Qutaibah bin Sa’id pada tahun 230 hijriah, pada saat itu beliau berumur 15 tahun. Beliau tinggal di samping Qutaibah di negrinya Baghlan selama setahun dua bulan, sehingga beliau dapat menimba ilmu darinya begitu banyak dan dapat meriwayatkan hadits-haditsnya.
Imam Nasa`i mempunyai hafalan dan kepahaman yang jarang di miliki oleh orang-orang pada zamannya, sebagaimana beliau memiliki kejelian dan keteliatian yang sangat mendalam. maka beliau dapat meriwayatkan hadits-hadits dari ulama-ulama kibar, berjumpa dengan para imam huffazh dan yang lainnya, sehingga beliau dapat menghafal banyak hadits, mengumpulkannya dan menuliskannya, sampai akhirnya beliau memperoleh derajat yang pantas dalam disiplin ilmu ini.
Beliau telah menulis hadits-hadits dla’if, sebagaimana beliaupun telah menulis hadits-hadits shahih, padahal pekerjaan ini hanya di lakukan oleh ulama pengkritik hadits, tetapi imam Nasa`i mampu untuk melakukan pekerjaan ini, bahkan beliau memiliki kekuatan kritik yang detail dan akurat, sebagaimana yang di gambarkan oleh al Hafizh Abu Thalib Ahmad bin Sazhr; ‘ siapa yang dapat bersabar sebagaimana kesabaran An Nasa`i? dia memiliki hadits Ibnu Lahi’ah dengan terperinci – yaitu dari Qutaibah dari Ibnu Lahi’ah-, maka dia tidak meriwayatkan hadits darinya.’ Maksudnya karena kondisi Ibnu Lahi’ah yang dla’if.
Dengan ini menunjukkan, bahwa tendensi beliau bukan hanya memperbanyak riwayat hadits semata, akan tetapi beliau berkeinginan untuk memberikan nasehat dan menseterilkan syarea’at (dari bid’ah dan hal-hal yang diada-adakan)
Sebagaimana imam Nasa`i selalu berhati-hati dalam mendengar hadits dan selalu selektif dalam meriwayatkannya. Maka ketika beliau mendengar dari Al Harits bin Miskin, dan banyak meriwayatkan darinya, akan tetapi beliau tidak mengatakan; ‘telah menceritakan kepada kami,’ atau ‘telah mengabarkan kepada kami,’ secara serampangan, akan tetapi dia selalu berkata; ‘dengan cara membacakan kepadanya dan aku mendengar.’ Para ulama menyebutkan, bahwa faktor imam Nasa`i melakukan hal tersebut karena terdapat kerenggangan antara imam Nasa`i dengan Al Harits, dan tidak memungkinkan baginya untuk menghadiri majlis Al Harits, kecuali beliau mendengar dari belakang pintu atau lokasi yang memungkinkan baginya untuk mendengar bacaan qari` dan beliau tidak dapat melihatnya.
Rihlah beliau
Imam Nasa`i mempunyai lawatan ilmiah cukup luas, beliau berkeliling kenegri-negri Islam, baik di timur maupun di barat, sehingga beliau dapat mendengar dari banyak orang yang mendengar hadits dari para hafizh dan syaikh.
Di antara negri yang beliau kunjungi adalah sebagai berikut;
1. Khurasan
2. Iraq; Baghdad, Kufah dan Bashrah
3. Al Jazirah; yaitu Haran, Maushil dan sekitarnya.
4. Syam
5. Perbatasan; yaitu perbatasan wilayah negri islam dengan kekuasaan Ramawi
6. Hijaz
7. Mesir
Guru-guru beliau
Kemampuan intelektual Imam Nasa’i menjadi matang dan berisi dalam masa lawatan ilmiahnya. Namun demikian, awal proses pembelajarannya di daerah Nasa’ tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena di daerah inilah, beliau mengalami proses pembentukan intelektual, sementara masa lawatan ilmiahnya dinilai sebagai proses pematangan dan perluasan pengetahuan.
Di antara guru-guru beliau, yang teradapat didalam kitab sunannya adalah sebagai berikut;
1. Qutaibah bin Sa’id
2. Ishaq bin Ibrahim
3. Hisyam bin ‘Ammar
4. Suwaid bin Nashr
5. Ahmad bin ‘Abdah Adl Dabbi
6. Abu Thahir bin as Sarh
7. Yusuf bin ‘Isa Az Zuhri
8. Ishaq bin Rahawaih
9. Al Harits bin Miskin
10. Ali bin Kasyram
11. Imam Abu Dawud
12. Imam Abu Isa at Tirmidzi
Dan yang lainnya.
Murid-murid beliau
Murid-murid yang mendengarkan majlis beliau dan pelajaran hadits beliau adalah;
1. Abu al Qasim al Thabarani
2. Ahmad bin Muhammad bin Isma’il An Nahhas an Nahwi
3. Hamzah bin Muhammad Al Kinani
4. Muhammad bin Ahmad bin Al Haddad asy Syafi’i
5. Al Hasan bin Rasyiq
6. Muhmmad bin Abdullah bin Hayuyah An Naisaburi
7. Abu Ja’far al Thahawi
8. Al Hasan bin al Khadir Al Asyuti
9. Muhammad bin Muawiyah bin al Ahmar al Andalusi
10. Abu Basyar ad Dulabi
11. Abu Bakr Ahmad bin Muhammad as Sunni.
Dan yang lainnya
Persaksian para ulama terhadap beliau
Dari kalangan ulama seperiode beliau dan murid-muridnya banyak yang memberikan pujian dan sanjungan kepada beliau, diantara mereka yang memberikan pujian kepada beliau adalah;
1. Abu ‘Ali An Naisaburi menuturkan; ‘beliau adalah tergolong dari kalangan imam kaum muslimin.’ Sekali waktu dia menuturkan; beliau adalah imam dalam bidang hadits dengan tidak ada pertentangan.’
2. Abu Bakr Al Haddad Asy Syafi’I menuturkan; ‘aku ridla dia sebagai hujjah antara aku dengan Allah Ta’ala.’
3. Manshur bin Isma’il dan At Thahawi menuturkan; ‘beliau adalah salah seorang imam kaum muslimin.’
4. Abu Sa’id bin yunus menuturkan; ‘ beliau adalah seorang imam dalam bidang hadits, tsiqah, tsabat dan hafizh.’
5. Al Qasim Al Muththarriz menuturkan; ‘beliau adalah seorang imam, atau berhak mendapat gelar imam.’
6. Ad Daruquthni menuturkan; ‘Abu Abdirrahman lebih di dahulukan dari semua orang yang di sebutkan dalam disiplin ilmu ini pada masanya.’
7. Al Khalili menuturkan; ‘beliau adalah seorang hafizh yang kapabel, di ridlai oleh para hafidzh, para ulama sepakat atas kekuatan hafalannya, ketekunannya, dan perkataannya bisa dijadikan sebagai sandaran dalam masalah jarhu wa ta’dil.’
8. Ibnu Nuqthah menuturkan; ‘beliau adalah seorang imam dalam disiplin ilmu ini.’
9. Al Mizzi menuturkan; ‘beliau adalah seorang imam yang menonjol, dari kalangan para hafizh, dan para tokoh yang terkenal.’
Hasil karya beliau
Imam Nasa`i mempunyai beberapa hasil karya, diantaranya adalah;
1. As Sunan Ash Shughra
2. As Sunan Al Kubra
3. Al Kuna
4. Khasha`isu ‘Ali
5. ‘Amalu Al Yaum wa Al Lailah
6. At Tafsir
7. Adl Dlu’afa wa al Matrukin
8. Tasmiyatu Fuqaha`i Al Amshar
9. Tasmiyatu man lam yarwi ‘anhu ghaira rajulin wahid
10. Dzikru man haddatsa ‘anhu Ibnu Abi Arubah
11. Musnad ‘Ali bin Abi Thalib
12. Musnad Hadits Malik
13. Asma`u ar ruwah wa at tamyiz bainahum
14. Al Ikhwah
15. Al Ighrab
16. Musnad Manshur bin Zadzan
17. Al Jarhu wa ta’dil
Wafatnya beliau
Setahun menjelang kemangkatannya, beliau pindah dari Mesir ke Damsyik. Dan tampaknya tidak ada konsensus ulama tentang tempat meninggal beliau. Al-Daruqutni mengatakan, beliau di Makkah dan dikebumikan diantara Shafa dan Marwah. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-’Uqbi al-Mishri.
Sementara ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia mengatakan, Imam al-Nasa’i meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestina. Pendapat ini didukung oleh Ibn Yunus, Abu Ja’far al-Thahawi (murid al-Nasa’i) dan Abu Bakar al-Naqatah.
Menurut pandangan terakhir ini, Imam al-Nasa’i meninggal pada tahun 303 H dan dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina. Inna lillah wa Inna Ilai Rajiun. Semoga jerih payahnya dalam mengemban wasiat Rasullullah guna menyebarluaskan hadis mendapatkan balasan yang setimpal di sisi Allah. Amiiin.
BIOGRAFI IMAM IBNU MAJAH
Pertumbuhan beliau
Nama: Muhammad bin Yazid bin Mâjah al Qazwînî.
Nama yang lebih familiar adalah Ibnu Mâjah yaitu laqab bapaknya (Yazîd). Bukan nama kakek beliau.
Kuniyah beliau: Abu ‘Abdullâh
Nasab beliau:
1. Ar Rib’I; merupakan nisbah wala` kepada Rabi’ah, yaitu satu kabilah arab.
2. al Qazwînî adalah nisbah kepada Qazwîn yaitu nisbah kepada salah satu kota yang terkenal di kawasan ‘Iraq.
Tanggal lahir: Ibnu Majah menuturkan tentang dirinya; “aku dilahirkan pada tahun 209 hijirah. Referensi-referensi yang ada tidak memberikan ketetapan yang pasti, di mana Ibnu Majah di lahirkan, akan tetapi masa pertumbuhan beliau beradaA di Qazwin. Maka bisa jadi Qazwin merupakan tempat tinggal beliau.
Aktifitas beliau dalam menimba ilmu
Ibnu majah memulai aktifitas menuntut ilmunya di negri tempat tinggalnya Qazwin. Akan tetapi sekali lagi referensi-referensi yang ada sementara tidak menyebutkan kapan beliau memulai menuntut ilmunya. Di Qazwin beliau berguru kepada Ali bin Muhammad at Thanafusi, dia adalah seorang yang tsiqah, berwibawa dan banyak meriwayatkan hadits. Maka Ibnu Majah tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dia memperbanyak mendengar dan berguru kepadanya. Ath Thanafusi meninggal pada tahun 233 hijriah, ketika itu Ibnu Majah berumur sekitar 24 tahun. Maka bisa di tarik kesimpulan bahwa permulaan Ibnu Majah menuntut ilmu adalah ketika dia berumur dua puluh tahunan.
Ibnu Majah termotivasi untuk menuntut ilmu, dan dia tidak puas dengan hanya tinggal di negrinya, maka beliaupun mengadakan rihlah ilmiahnya ke sekitar negri yang berdampingan dengan negrinya, dan beliau mendengar hadits dari negri-negri tersebut.
Rihlah beliau
Ibnu Majah meniti jalan ahli ilmu pada zaman tersebut, yaitu mengadakan rihlah dalam rangka menuntut ilmu. Maka beliau pun keluar meninggalkan negrinya untuk mendengar hadits dan menghafal ilmu. Berkeliling mengitari negri-negri islam yang menyimpan mutiara hadits. Bakat dan minatnya di bidang Hadis makin besar. Hal inilah yang membuat Ibnu Majah berkelana ke beberapa daerah dan negri guna mencari, mengumpulkan, dan menulis Hadis.
Puluhan negri telah ia kunjungi, antara lain:
1. Khurasan; Naisabur dan yang lainnya
2. Ar Ray
3. Iraq; Baghdad, Kufah, Wasith dan Bashrah
4. Hijaz; Makkah dan Madinah
5. Syam; damasqus dan Himsh
6. Mesir
Guru-guru beliau
Ibnu Majah sama dengan ulama-ulama pengumpul hadits lainnya, beliau mempunyai guru yang sangat banyak sekali. Diantara guru beliau adalah;
1. ‘Ali bin Muhammad ath Thanâfusî
2. Jabbarah bin AL Mughallas
2. Mush’ab bin ‘Abdullah az Zubair
3. Suwaid bin Sa’îd
4. Abdullâh bin Muawiyah al Jumahî
5. Muhammad bin Ramh
6. Ibrahîm bin Mundzir al Hizâmi
7. Muhammad bin Abdullah bin Numair
8. Abu Bakr bin Abi Syaibah
9. Hisyam bin ‘Ammar
10. Abu Sa’id Al Asyaj
Dan yang lainnya.
Murid-murid beliau
Keluasan ‘ilmu Ibnu Majah membuat para penuntut ilmu yang haus akan ilmu berkeliling dalam majlis yang beliau dirikan. Maka sangat banyak sekali murid yang mengambil ilmu darinya, diantara mereka adalah;
1. Muhammad bin ‘Isa al Abharî
2. Abu Thayyib Ahmad al Baghdadî
3. Sulaiman bin Yazid al Fami
4. ‘Ali bin Ibrahim al Qaththan
5. Ishaq bin Muhammad
6. Muhammad bin ‘Isa ash Shiffar
7. ‘Ali bin Sa’îd al ‘Askari
8. Ibnu Sibuyah
9. Wajdî Ahmad bin Ibrahîm
Dan yang lainnya.
Persaksian para ulama terhadap beliau
1. Al HafizhAl Khalili menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang yang tsiqah kabir, muttafaq ‘alaih, dapat di jadikan sebagai hujjah, memiliki pengetahuan yang mendalam dalam masalah hadits, dan hafalan.”
2. Al Hafizh Adz Dzahabi menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang hafizh yang agung, hujjah dan ahli tafsir.”
3. Al Mizzi menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang hafizh, pemilik kitab as sunan dan beberapa hasil karya yang bermanfa’at.”
4. Ibnu Katsîr menuturkan: “Ibnu Majah adalah pemilik kitab as Sunnan yang Masyhur. Ini menunjukkan ‘amalnya, ‘ilmunya, keluasan pengetahuannya dan kedalamannya dalam hadits serta ittibâ’nya terhadap Sunnah dalam hal perkara-perakra dasar maupun cabang
Hasil karya beliau
Ibnu Majah adalah seorang ulama penyusun buku, dan hasil karya beliau cukuplah banyak. Akan tetapi sangat di sayangkan, bahwa buku-buku tersebut tidak sampai ke kita. Adapun diantara hasil karya beliau yang dapat di ketahui sekarang ini adalah:
1. Kitab as-Sunan yang masyhur
2. Tafsîr al Qurân al Karîm
3. Kitab at Tarîkh yang berisi sejarah mulai dari masa ash-Shahâbah sampai masa beliau.
Wafatnya beliau
Beliau meninggal pada hari senin, tanggal duapuluh satu ramadlan tahun dua ratus tujuh puluh tiga hijriah. Di kuburkan esok harinya pada hari selasa. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan keridlaan-Nya kepada beliau.
BIOGRAFI IMAM AHMAD
Pertumbuhan beliau
Nama: A Ahmad bin Muhamad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin Qasithi bin Marin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa’labah bin Uqbah bin Sha’ab bin Ali bin Bakar bin Wail.
Kuniyah: Abu Abdillah
Nasab beliau: Bapak dan ibu beliau adalah orang arab, keduanya anak Syaiban bin Dzuhl bin Tsa’labah, seorang arab asli. Bahkan nasab beliau bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Nazar.
Kelahiran beliau: Imam Ahmad dilahirkan di kota Baghdad. Ada yang berpendapat bahwa di Marwa, kemudian di bawa ke Baghdad ketika beliau masih dalam penyusuan. Hari lahir beliau pada tanggal dua puluh Rabi’ul awwal tahun 164 hijriah.
Ayah Imam Ahmad dan kakeknya meninggal ketika beliau lahir, sehingga semenjak kecil ia hanya mendapatkan pengawasan dan kasih sayang ibunya saja. Jadi, beliau tidak hanya sama dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah nasab saja, akan tetapi beliau juga sama dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah yatim.
Meskipun imam Ahmad tidak mewaritsi harta dari ayah dan kakeknya, tetapi beliau telah mewaritsi dari kakeknya kemulian nasab dan kedudukan, sedang dari ayahnya telah mewaritsi kecintaan terhadap jihad dan keberanian. Ayah beliau, Muhammad bin Hambal menemui ajalnya ketika sedang berada di medan jihad, sedang kakeknya, Hambal bin Hilal adalah seorang penguasa daerah Sarkhas, pada saat kekhilafahan Umawiyyah.
Aktifitas beliau dalam menimba ilmu
Permulaan imam Ahmad dalam rangka menuntut ilmu pada tahun 179 A hijriah, pada saat itu beliau berusia empat belas tahu, beliau menuturkan tentang dirinya; ‘ ketika aku masih anak-anak, aku modar-mandir menghadiri sekolah menulis, kemudian aku bolak-balik datang keperpustakaan A ketika aku berumur empat belas tahun.’
Beliau mendapatkan pendidikannya yang pertama di kota Baghdad. Saat itu, kota Bagdad telah menjadi pusat peradaban dunia Islam, yang penuh dengan beragam jenis ilmu pengetahuan. Di sana tinggal para qari’, ahli hadits, para sufi, ahli bahasa, filosof, dan sebagainya.
Setamatnya menghafal Alquran dan mempelajari ilmu-ilmu bahasa Arab di al-Kuttab saat berumur 14 tahun, beliau melanjutkan pendidikannya ke ad-Diwan. Beliau terus menuntut ilmu dengan penuh semangat yang tinggi dan tidak mudah putus asa.
Keteguhan dalam mencari ilmu telah mengantarkan imam Ahmad menjadi ulama besar dan disegani, baik dari kalangan masyarakat awwam, terpelajar maupun dari kalangan penguasa. Dalam rihlah ilmiyyah yang beliau jalani, ada satu pelajaran yang patut kita conth, setiap kali bekalnya habis, beliau selalu mendermakan dirinya untuk bekerja guna melanjutkan perjalanannya. Ia tidak mau menerima uang ataupun materi lainnya selain dari hasil kerja keras dan hasil keringatnya sendiri.
Rihlah beliau
Kecintaannya kepada ilmu begitu luar biasa. Karenanya, setiap kali mendengar ada ulama terkenal di suatu tempat, ia rela menempuh perjalanan jauh dan waktu lama hanya untuk menimba ilmu dari sang ulama. Kecintaan kepada ilmu jua yang menjadikan beliau rela tak menikah dalam usia muda. Beliau baru menikah setelah usia 40 tahun.
diantara negri yang beliau kunjungi adalah:
1. Bashrah; beliau kunjungi pada tahun 186 hijriah, kedua kalinya beliau mengunjungi pada tahun 190 hijriah, yang ketiga beliau kunjungi pada tahun 194 hijriah, dan yang keempat beliau mengunjungi pada tahun 200 hijriah.
2. Kufah; beliau mengunjunginya pada tahun 183 hijriah, dan keluar darinya pada tahun yang sama, dan ini merupakan rihlah beliau yang pertama kali setelah keluar dari Baghdad.
3. Makkah; beliau memasukinya pada tahun 187 hijriah, di sana berjumpa dengan imam Syafi’i. kemudian beliau mengunjunginya lagi pada tahun 196 hijriah, dan beliau juga pernah tinggal di Makkah pada tahun 197, pada tahun itu bertemu dengan Abdurrazzaq. Kemudian pada tahun 199 hijriah beliau keluar dari Makkah.
4. Yaman; beliau meninggalkan Makkah menuju Yaman dengan berjalan kaki pada tahun 199 hijriah. Tinggal di depan pintu Ibrahim bin ‘Uqail selama dua hari dan dapat menulis hadits dari Adurrazzaq.
5. Tharsus; Abdullah menceritakan; ‘ ayahku keluar menuju Tharsus dengan berjalan kaki.
6. Wasith; Imam Ahmad menuturkan tentang perjalanan beliau; ‘ aku pernah tinggal di tempat Yahya bin Sa’id Al Qaththan, kemudian keluar menuju Wasith.’
7. Ar Riqqah; Imam Ahmad menuturkan; ‘Di Riqqah aku tidak menemukan seseorang yang lebih utama ketimbang Fayyadl bin Muhammad bin Sinan.’
8. Ibadan; beliau mengunjunginya pada tahun 186 hijriah, di sana tinggal Abu Ar Rabi’ dan beliau dapat menulis hadits darinya.
9. Mesir; beliau berjanji kepada imam Syafi’I untuk mengunjunginya di Mesir, akan tetapi dirham tidak menopangnya mengunjungi imam Syafi’I di sana.
Guru-guru beliau
Semenjak kecil imam Ahmad memulai untuk belajar, banyak sekali guru-guru beliau, diantaranya;
1. Husyaim bin Basyir, imam Ahmad berguru kepadanya selama lima tahun di kota Baghdad.
2. Sufyan bin Uyainah
3. Ibrahim bin Sa’ad
4. Yahya bin Sa’id al Qathth?ƒA¢n
5. Wal?ƒA®d bin Muslim
6. Ismail bin ‘Ulaiyah
7. Al Imam Asy Syafi’i
8. Al Qadli Abu Yusuf
9. Ali bin Hasyim bin al Barid
10. Mu’tamar bin Sulaiman
11. Waki’ bin Al Jarrah
12. ‘Amru bin Muhamad bin Ukh asy Syura
13. Ibnu Numair
14. Abu Bakar Bin Iyas
15. Muhamad bin Ubaid ath Thanafusi
16. Yahya bin Abi Zaidah
17. Abdul Rahman bin Mahdi
18. Yazid bin Harun
19. Abdurrazzaq bin Hammam Ash Shan’ani
20. Muhammad bin Ja’far
Dan masih banyak lagi guru-guru beliau.
Murid-murid beliau
Tidak hanya ahli hadits dari kalangan murid-murid beliau saja yang meriwayatkan dari beliau, tetapi guru-guru beliau dan ulama-ulama besar pada masanyapun tidak ketinggalan untuk meriwayatkan dari beliau. Dengan ini ada klasifikasi tersendiri dalam kategori murid beliau, diantaranya;
Guru beliau yang meriwayatkan hadits dari beliau;
1. Abdurrazzaq
2. Abdurrahman bin Mahdi
3. Waki’ bin Al Jarrah
4. Al Imam Asy Syafi’i
5. Yahya bin Adam
6. Al Hasan bin Musa al Asy-yab
Sedangkan dari ulama-ulama besar pada masanya yang meriwayatkan dari beliau adalah;
1. Al Imam Al Bukhari
2. Al Imam Muslim bin Hajjaj
3. Al Imam Abu Daud
4. Al Imam At Tirmidzi
5. Al Imam Ibnu Majah
6. Al Imam An Nasa`i
Dan murid-murid beliau yang meriwayatkan dari beliau adalah;
1. Ali bin Al Madini
2. Yahya bin Ma’in
3. Dahim Asy Syami
4. Ahmad bin Abi Al Hawari
5. Ahmad bin Shalih Al Mishri
Persaksian para ulama terhadap beliau
1. Qutaibah menuturkan; sebaik-baik penduduk pada zaman kita adalah Ibnu Al Mubarak, kemudian pemuda ini (Ahmad bin Hambal), dan apabila kamu melihat seseorang mencintai Ahmad, maka ketahuilah bahwa dia adalah pengikut sunnah. Sekiranya dia berbarengan dengan masa Ats Tsauri dan al Auza’I serta Al Laits, niscaya Ahmad akan lebih di dahulukan ketimbang mereka. Ketika di tanyakan kepada Qutaibah; apakah anda menggabungkan Ahmad dalam kategori Tabi’in? maka dia menjawab; bahkan kibaru at tabi’in. dan dia berkata; ‘kalau bukan karena Ats Tsauri, wara’ akan sirnah. Dan kalau bukan karena Ahmad, dien akan mati.’
2. Asy Syafi’I menuturkan; aku melihat seorang pemuda di Baghdad, apabila dia berkata; ‘telah meriwayatkan kepada kami,’ maka orang-orang semuanya berkata; ‘dia benar’. Maka ditanakanlah kepadanya; ’siapakah dia?’ dia menjawab; ‘Ahmad bin Hambal.’
3. Ali bin Al Madini menuturkan; sesungghunya Allah memuliakan agama ini dengan perantaraan Abu Bakar pada saat timbul fitnah murtad, dan dengan perantaraan Ahmad bin Hambal pada saat fitnah Al qur`an makhluk.’
4. Abu ‘Ubaidah menuturkan; ‘ilmu kembali kepada empat orang’ kemudian dia menyebutkan Ahmad bin Hmabal, dan dia berkata; ‘dia adalah orang yang paling fakih diantara mereka.’
5. Abu Ja’far An Nufaili menuturkan; ‘Ahmad bin Hambal termasuk dari tokoh agama.’
6. Yahya bin Ma’in menuturkan; ‘Aku tidak pernah melihat seseorang yang meriwayatkan hadits karena Allah kecuali tiga orang; Ya’la bin ‘Ubaid, Al Qa’nabi, Ahmad bin Hambal.’
7. Ibrahim berkata; ‘orang ‘alim pada zamannya adalah Sa’id bin Al Musayyab, Sufyan Ats Tsaur di zamannya, Ahmad bin Hambal di zamannya.’
8. Ibnu bi Hatim menuturkan; ‘Aku bertanya kepada ayahku tentang ‘ali bin Al Madini dan Ahmad bin Hambal, siapa diantara kedunya yang paling hafizh?’ maka ayahku menjawab; ‘ keduanya didalam hafalan saling mendekat, tetapi Ahmad adalah yang paling fakih.’
9. Imam Syafi’i masuk menemui Imam Ahmad dan berkata, ?¢â‚¬?“Engkau lebih tahu tentang hadits dan perawi-perawinya. Jika ada hadits shahih (yang engkau tahu), maka beri tahulah aku. Insya Allah, jika (perawinya) dari Kufah atau Syam, aku akan pergi mendatanginya jika memang shahih.?¢â‚¬A? Ini menunjukkan kesempurnaan agama dan akal Imam Syafi’i karena mau mengembalikan ilmu kepada ahlinya.
Hasil karya beliau
Diantara hasil karya Imam Bukhari adalah sebagai berikut :
1. Al Musnad
2. Al ‘Ilal
3. An Nasikh wa al Mansukh
4. Az Zuhd
5. Al Asyribah
6. Al Iman
7. Al Fadla`il
8. Al Fara`idl
9. Al Manasik
10. Tha’atu ar Rasul
11. Al Muqaddam wa al mu`akhkhar
12. Jawwabaatu al qur`an
13. Haditsu Syu’bah
14. Nafyu at tasybih
15. Al Imamah
16. Kitabu al fitan
17. Kitabu fadla`ili ahli al bait
18. Musnad ahli al bait
19. Al asmaa` wa al kunaa
20. Kitabu at tarikh
Masih ada lagi buku-buku yang di nisbahkan kepada imam Ahmad, diantaranya;
1. At tafsir. Adz Dzahabi berpendapat bahwa buku tersebut tidak ada.
2. Ar Risalah fi ash shalah
3. Ar Radd ‘ala al jahmiyyah.
Ada lagi beberapa hasil karya beliau yang di kumpulkan oleh Abu Bakar al Khallal, diantaranya;
1. Kitabu al ‘illal
2. Kitabu al ‘ilmi
3. Kitabu as sunnah.
Wafatnya beliau
Pada permulaan hari Jumat tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 241, beliau menghadap kepada rabbnya menjemput ajalnya di Baghdad. Kaum muslimin bersedih dengan kepergian beliau. Tak sedikit mereka yang turut mengantar jenazah beliau sampai beratusan ribu orang. Ada yang mengatakan 700 ribu orang, ada pula yang mengatakan 800 ribu orang, bahkan ada yang mengatakan sampai satu juta lebih orang yang menghadirinya. Semuanya menunjukkan bahwa sangat banyaknya mereka yang hadir pada saat itu demi menunjukkan penghormatan dan kecintaan mereka kepada beliau.
BIOGRAFI IMAM MALIK
Nama: Mâlik bin Anas bin Mâlik bin Abi Amir bin Amru bin Al Harits bin ghailân bin Hasyat bin Amru bin Harits.
Kunyah beliau: Abu Adbillah
Nasab beliau:
1. Al Ashbuhi; adalah nisbah yang di tujukan kepada dzi ashbuh, dari Humair
2. Al Madani; nisbah kepada Madinah, negri tempat beliau tinggal.
Tanggal lahir:
Beliau dilahirkan di Madinah tahun 93 H, bertepatan dengan tahun meninggalnya sahabat yang mulia Anas bin Malik. Ibunya mengandung dia selama tiga tahun.
Sifat-sifat imam Malik: beliau adalah sosok yang tinggi besar, bermata biru, botak, berjenggot lebat, rambut dan jenggotnya putih, tidak memakai semir rambut, dan beliau menipiskan kumisnya. Beliau senang mengenakan pakaian bersih, tipis dan putih, sebagaimana beliaupun sering bergonta-ganti pakaian. Memakai serban, dan meletakkan bagian sorban yang berlebih di bawah dagunya.
Aktifitas beliau dalam menimba ilmu
Imam Malik tumbuh ditengah-tengah ilmu pengetahuan, hidup dilingkungan keluarga yang mencintai ilmu, dikota Darul Hijrah, sumber mata air As Sunah dan kota rujukan para alim ulama. Di usia yang masih sangat belia, beliau telah menghapal Al Qur`an, menghapal Sunah Rasulullah, menghadiri majlis para ulama dan berguru kepada salah seorang ulama besar pada masanya yaitu Abdurrahman Bin Hurmuz.
Kakek dan ayahnya adalah ulama hadits terpandang di Madinah. Maka semenjak kecil, Imam Malik tidak meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu. Ia merasa Madinah adalah kota dengan sumber ilmu yang berlimpah dengan kehadiran ulama-ulama besar.
Karena keluarganya ulama ahli hadits, maka Imam Malik pun menekuni pelajaran hadits kepada ayah dan paman-pamannya. Disamping itu beliau pernah juga berguru kepada para ulama terkenal lainnya
Dalam usia yang terbilang muda, Imam Malik telah menguasai banyak disiplin ilmu. Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya di salurkan untuk memperoleh ilmu.
Rihlah beliau
Meskipun Imam Malik memiliki kelebihan dalam hafalan dan kekuatan pengetahuannya, akan tetapi beliau tidak mengadakan rihlah ilmiah dalam rangka mencari hadits, karena beliau beranggapan cukup dengan ilmu yang ada di sekitar Hijaz. Meski beliau tidak pernah mengadakan perjalanan ilmiyyah, tetapi beliau telah menyangdang gelar seorang ulama, yang dapat memberikan fatwa dalam permasalahan ummat, dan beliau pun membentuk satu majlis di masjid Nabawi pada saat beliau menginjak dua puluh satu tahun, dan pada saat itu guru beliau Nafi’ hiudp. Semua itu agar dapat mentransfer pengetahuannya kepada kaum muslimin serta kaum muslimin dapat mengambil manfaat dari pelajaran yang di sampaikan sang imam
Guru-guru beliau
Imam Malik berjumpa dengan sekelompok kalangan tabi’in yang telah menimba ilmu dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan yang paling menonjol dari mereka adalah Nafi’ mantan budak Abdullah bin ‘Umar. Malik berkata; ‘Nafi’ telah menyebarkan ilmu yang banyak dari Ibnu ‘Umar, lebih banyak dari apa yang telah disebarkan oleh anak-anak Ibnu Umar,’
Guru-guru imam Malik, selain Nafi’, yang telah beliau riwayatkan haditsnya adalah;
1. Abu Az Zanad Abdullah bin Zakwan
2. Hisyam bin ‘Urwah bin Az Zubair
3. Yahya bin Sa’id Al Anshari
4. Abdullah bin Dinar
5. Zaid bin Aslam, mantan budak Umar
6. Muhammad bin Muslim bin Syihab AzZuhri
7. Abdullah bin Abi Bakr bin Hazm
8. Sa’id bin Abi Sa’id Al Maqburi
9. Sami mantan budak Abu Bakar
Murid-murid beliau
Banyak sekali para penuntut ilmu meriwayatkan hadits dari imam Malik ketika beliau masih muda belia. Disini kita kategorikan beberapa kelompok yang meriwayatkan hadits dari beliau, diantaranya;
Guru-guru beliau yang meriwayatkan dari imam Malik, diantaranya;
1. Muhammad bin Muslim bin Syihab Az Zahrani
2. Yahya bin SA’id Al Anshari
3. Paman beliau, Abu Sahl Nafi’ bin Malik
Dari kalangan teman sejawat beliau adalah;
1. Ma’mar bin Rasyid
2. Abdul Malik bin Juraij
3. Imam Abu Hanifah, An Nu’man bin Tsabit
4. Syu’bah bin al Hajaj
5. Sufyan bin Sa’id Ats Tsauri
6. Al Laits bin Sa’d
Orang-orang yang meriwayatkan dari imam Malik setelah mereka adalah;
1. Yahya Bin Sa’id Al Qaththan
2. Abdullah bin Al Mubarak
3. Abdurrahman bin Mahdi
4. Waki’ bin al Jarrah
5. Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i.
Sedangkan yang meriwayatkan Al Muwaththa` banyak sekali, diantaranya;
1. Abdullah bin Yusuf At Tunisi
2. Abdullah bin Maslamah Al Qa’nabi
3. Abdullah bin Wahb al Mishri
4. Yahya bin Yahya Al Laitsi
5. Abu Mush’ab Az Zuhri
Persaksian para ulama terhadap beliau
1. Imam malik menerangkan tentang dirinya; ‘aku tidak berfatwa sehingga tujuh puluh orang bersaksi bahwa diriku ahli dalam masalah tersebut.
2. Sufyan bin ‘Uyainah menuturkan; “Malik merupakan orang alim penduduk Hijaz, dan dia merupakan hujjah pada masanya.”
3. Muhammad bin idris asy syafi`i menuturkan: “Malik adalah pengajarku, dan darinya aku menimba ilmu.” Dan dia juga menuturkan; ” apabila ulama di sebutkan, maka Malik adalah bintang.”
4. Muhammad bin idris asy syafi`i menuturkan: “saya tidak mengetahui kitab ilmu yang lebih banyak benarnya dibanding kitab Imam Malik” dan imam Syafi’I berkata: “tidak ada diatas bumi ini kitab setelah kitabullah yang lebih sahih dari kitab Imam Malik”.
5. Abdurrahman bin Mahdi menuturkan; “aku tidak akan mengedepankan seseorang dalam masalah shahihnya sebuah hadits dari pada Malik.”
6. Al Auza’I apabila menyebut Imam Malik, dia berkata; ” ‘Alimul ‘ulama, dan mufti haramain.”
7. Yahya bin Sa’id al Qaththan menuturkan; “Malik merupakan imam yang patut untuk di contoh.”
8. Yahya bin Ma’in menuturkan; ” malik merupakan hujjah Allah terhadap makhluk-Nya.”
Hasil karya beliau
Muwaththa` merupakan hasil karya imam Malik yang paling spektakuler, dan disana masih ada beberapa karya beliau yang tersebar, diantaranya;
1. Risalah fi al qadar
2. Risalah fi an nujum wa manazili al qamar
3. Risalah fi al aqdliyyah
4. Risalah ila abi Ghassan Muhammad bin Mutharrif
5. Risalah ila al Laits bin Sa’d fi ijma’i ahli al madinah
6. Juz`un fi at tafsir
7. Kitabu as sirr
8. Risalatu ila Ar Rasyid.
Wafatnya beliau
Beliau meninggal dunia pada malam hari tanggal 14 safar 179 H pada usia yang ke 85 tahun dan dimakamkan di Baqî` Madinah munawwarah.
BIOGRAFI IMAM DARIMI
Pertumbuhan beliau
Nama: Beliau adalah Abdullah bin Abdurrahman bin al Fadhl bin Bahram bin Abdush Shamad.
Kuniyah beliau; Abu Muhammad
Nasab beliau:
1. At Tamimi; adalah nisbah yang ditujukan kepada satu qabilah Tamim.
2. Ad Darimi; adalah nisbah kepada Darim bin Malik dari kalangan at Tamimi. Dengan nisbah ini beliau terkenal.
3. As Samarqandi; yaitu nisbah kepada negri tempat tinggal beliau
Tanggal lahir:
Ia di lahirkan pada taun 181 H, sebagaimana yang di terangkan oleh imam Ad Darimi sendiri, beliau menuturkan; ‘aku dilahirkan pada tahun meninggalnya Abdullah bin al Mubarak, yaitu tahun seratus delapan puluh satu.
Ada juga yang berpendapat bahwa beliau lahir pada tahun seratus delapan puluh dua hijriah.
Aktifitas beliau dalam menimba ilmu
Allah menganugerahkan kepada iama Ad Darimi kecerdasan, pikiran yang tajam dan daya hafalan yang sangat kuat, teristimewa dalam menghafal hadits. Beliau berjumpa dengan para masyayikh dan mendengar ilmu dari mereka. Akan tetapi sampai sekarang kami tidak mendapatkan secara pasti sejarah beliau dalam memulai menuntut ilmu
Beliau adalah sosok yang tawadldlu’ dalam hal pengambilan ilmu, mendengar hadits dari kibarul ulama dan shigharul ulama, sampai-sampai dia mendengar dari sekelompok ahli hadits dari kalangan teman sejawatnya, akan tetapi dia jua seorang yang sangat selektif dan berhati-hati, karena dia selalu mendengar hadits dari orang-orang yang terpercaya dan tsiqah, dan dia tidak meriwayatkan hadits dari setiap orang.
Rihlah beliau
Rihlah dalam rangka menuntut ilmu merupakan bagian yang sangat mencolok dan sifat yang paling menonjol dari tabiat para ahlul hadits, karena terpencarnya para pengusung sunnah dan atsar di berbagai belahan negri islam yang sangat luas. Maka Imam ad Darimi pun tidak ketinggalan dengan meniti jalan pakar disiplin ilmu ini.
Diantara negri yang pernah beliau singgahi adalah;
1. Khurasan
2. Iraq
3. Baghdad
4. Kufah
5. Wasith
6. Bashrah
7. Syam; Damasqus, Himash dan Shur.
8. Jazirah
9. Hijaz; Makkah dan Madinah.
Guru-guru beliau
Guru-guru imam Ad Darimi yang telah beliau riwayatkan haditsnya adalah;
1. Yazid bin Harun
2. Ya’la bin ‘Ubaid
3. Ja’far bin ‘Aun
4. Basyr bin ‘Umar az Zahrani
5. ‘Ubaidullah bin Abdul Hamid al Hanafi
6. Hasyim bin al Qasim
7. ‘Utsman bin ‘Umar bin Faris
8. Sa’id bin ‘Amir adl Dluba’i
9. Abu ‘Ashim
10. ‘ubaidullah bin Musa
11. Abu al Mughirah al Khaulani
12. Abu al Mushir al Ghassani
13. Muhammad bin Yusuf al Firyabi
14. Abu Nu’aim
15. Khalifah bin Khayyath
16. Ahmad bin Hmabal
17. Yahya bin Ma’in
18. Ali bin Al Madini
Dan yang lainnya
Murid-murid beliau
Sebagaimana kebiasaan ahlul hadits, ketika mereka mengetahui bahwa seorang alim mengetahui banyak hadits, maka mereka berbondong-bondong mendatangi alim tersebut, guna menimba ilmu yang ada pada diri si ‘alim. Begitu juga dengan Imam Ad Darimi, ketika para penuntut ilmu mengetahui kapabaliti dalam bidang hadits yang dimiliki imam, maka berbondong-bondong penuntut ilmu mendatanginya, diantara mereka itu adalah;
1. Imam Muslim bin Hajaj
2. Imam Abu Daud
3. Imam Abu ‘Isa At Tirmidzi
4. ‘Abd bin Humaid
5. Raja` bin Murji
6. Al Hasan bin Ash Shabbah al Bazzar
7. Muhammad bin Basysyar (Bundar)
8. Muhammad bin Yahya
9. Baqi bin Makhlad
10. Abu Zur’ah
11. Abu Hatim
12. Shalih bin Muhammad Jazzarah
13. Ja’far al Firyabi
14. Muhammad bin An Nadlr al Jarudi
Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Persaksian para ulama terhadap beliau
1. Imam Ahmad menuturkan; (Ad Darimi) imam.
2. Muhammad bin Basysyar Bundar menuturkan; penghafal dunia ada empat: Abu Zur’ah di ar Ray, Muslim di an Nasaiburi, Abdullah bin Abdurrahman di Samarqandi dan Muhamad bin Ismail di Bukhara”.
3. Abu Sa’id al Asyaj menuturkan; ‘Abdullah bin Abdirrahman adalah imam kami.’
4. Muhammad bin Abdullah al Makhrami berkata; ‘wahai penduduk Khurasan, selagi Abdullah bin Abdurrahman di tengah-tengah kalian, maka janganlah kalian menyibukkan diri dengan selain dirinya.’
5. Raja` bin Murji menuturkan; ‘aku telah melihat Ibnu Hambal, Ishaq bin Rahuyah, Ibnu al Madini dan Asy Syadzakuni, tetapi aku tidak pernah melihat orang yang lebih hafizh dari Abdullah.
6. Abu Hatim berkata; Muhammad bin Isma’il adalah orang yang paling berilmu yang memasuki Iraq, Muhammad bin Yahya adalah orang yang paling berilmu yang berada di Khurasan pada hari ini, Muhammad bin Aslam adalah orang yang paling wara’ di antara mereka, dan Abdullah bin Abdurrahman orang yang paling tsabit diantara mereka.
7. Ad Daruquthni menuturkan; ‘ tsiqatun masyhur.
8. Muhammad bin Ibrahim bin Manshur as Sairazi menuturkan; “Abdullah adalah puncak kecerdasan dan konsistensi beragama, di antara orang yang menjadi teladan dalam kesantunan, keilmuan, hafalan, ibadah dan zuhud”.
Hasil karya beliau
1. Sunan ad Darimi.
2. Tsulutsiyat (kitab hadits)
3. al Jami’
4. Tafsir
Wafatnya beliau
Beliau meninggal dunia pada hari Kamis bertepatan dengan hari tarwiyyah, 8 Dzulhidjah, setelah ashar tahun 255 H, dalam usia 75 tahun. Dan dikuburkan keesokan harinya, Jumat (hari Arafah).